Kabar24.com, JAKARTA -- Cadangan devisa China kembali meningkat pada bulan lalu. Hal itu ditopang oleh usaha pemerintah Negeri Panda dalam membatasi aliran modal dan menguatnya yuan terhadap dolar AS.
Bank Sentral China (PBOC) mengumumkan pada Minggu (8/4/2018), cadangan devisa China meningkat US$8,34 miliar menjadi US$3.143 triliun pada Maret 2018 dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Adapun level itu di bawah perkiraan survei ekonom Bloomberg pada level US$3.146.
Administrasi Negara untuk Valuta Asing (The State Administration of Foreign Exchange/SAFE) berharap cadangan devisa Negeri Panda dapat tetap stabil.
“Peningkatan cadangan devisa didukung oleh faktor kombinasi pada Maret. Permintaan dan penawaran devisa telah lebih stabil seiring pasar devisa semakin seimbang. Risiko aversi juga meningkat di pasar internasional sementara mata uang non-dolar AS menguat terhadap dolar AS,” tulis SAFE dalam pernyataan seperti dikutip Bloomberg, Senin (9/4/2018).
Perolehan pada Maret tersebut memperlihatkan perbaikan di dalam Negeri Panda setelah kemerosotan pada Februari untuk pertama kalinya selama 13 bulan.
Adapun, cadangan modal China, merupakan yang terbesar di dunia, juga telah meningkat tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 2014. Selain itu, aliran dana keluar (outflow) lintas batasnya pun menjadi stabil karena pelemahan dolar AS mendorong penguatan yuan dan perekonomian.
Baca Juga
Yuan menguat 0,8% di hadapan dolar AS pada Maret, menjadikan kuartal pertama tahun ini sebagai kuartal terbaiknya selama satu dekade. Di sisi lain, dolar AS telah melemah 2% tahun ini dan outlook-nya tetap memperlihatkan penurunan karena greenback telah jatuh beberapa pekan belakangan ini.
Akan tetapi, meningkatnya tensi perang dagang dengan Amerika Serikat mungkin akan memperlampat pertumbuhan kepemilikan cadangan devisa Negeri Panda. Selain itu, aliran dana keluar untuk modal baru juga dapat tertekan di negara emerging market, termasuk China.
Berdasarkan polling yang dilakukan Reuters terhadap 70 strategis valuta asing, yuan diprediksi akan melemah 0,8% menjadi 6.35 per dolar AS sepanjang 2018. “Yuan akan sedikit terdepresiasi di kuartal berikutnya di hadapan dolar AS karena prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi China,” tulis Commerzbank, seperti dikutip Reuters, Senin (9/4/2018).
Beberapa data perekonomian Negeri Panda, yang banyak dikendalikan ekspor, diprediksi melemah karena tensi perang dagang. Pertumbuhan ekspor dapat turun karena China menyatakan akan melawan tarif AS hingga harga berapa pun.
Namun, hasil polling itu juga memperlihatkan sekitar 45% strategis memperkirakan yuan masih akan menguat dididukung oleh suku bunga yang ditetapkan oleh PBOC bulan lalu. Seperti diketahui, PBOC telah meningkatkan suku bunga 7-day reserve repurchase menjadi 2,55% untuk menghindari risiko keluarnya aliran dana modal dari China.