Bisnis.com, JAKARTA -- Petugas penyelamat dan paramedis menyebutkan sedikitnya 70 orang tewas di Suriah setelah gas beracun dijatuhkan di Douma, kota terakhir yang dikuasai pemberontak di wilayah Ghouta Timur.
Tim penyelamat Helm Putih (White Helmets) mencuitkan foto yang menunjukkan sejumlah mayat di dalam ruang bawah tanah. Organisasi itu juga menyebutkan jumlah korban tewas kemungkinan meningkat.
Namun, laporan tersebut belum dapat diverifikasi secara independen. Sementara itu, Pemerintah Suriah menyebutkan tuduhan adanya serangan zat kimia itu merupakan "isapan jempol".
Sebuah cuitan organisasi Helm Putih lainnya menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 150 jiwa, tapi cuitan itu kemudian dihapus.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya memantau laporan "yang sangat menganggu tersebut". AS menyatakan bahwa Rusia--yang berperang bersama pemerintah Suriah--harus bertanggung jawab jika zat kimia mematikan digunakan dalam serangan tersebut.
"Sejarah penggunaan senjata kimia oleh rezim terhadap warganya sendiri tidak diperdebatkan. Pada akhirnya, Rusia yang memikul tanggung jawab atas serangan brutal dengan senjata kimia terhadap warga Suriah yang tak terhitung jumlahnya," menurut pernyataan itu sebagaimana dikutip dari BBC, Minggu (8/4/2018).
Baca Juga
Pusat Media Ghouta pro oposisi mencuitkan bahwa lebih dari 1.000 orang menderita akibat efek yang diduga dari serangan gas. Disebutkan bahwa sebuah bom barel diduga dijatuhkan oleh sebuah helikopter yang disebutkan berisi gas sarin.
Union of Medical Relief Organizations, sebuah organisasi sosial yang berbasis di AS yang bekerja di rumah sakit Suriah, mengatakan kepada BBC bahwa Rumah Sakit Khusus Pedesaan di Damaskus mengonfirmasi korban tewas mencapai 70 orang.
Seorang juru bicara mengatakan laporan di lapangan menunjukkan jumlah korban tewas yang lebih besar yaitu mencapai 180 orang, tapi sangat sulit untuk menjangkau para korban karena adanya penembakan yang terus menerus dan terjadi pada malam hari. Dia mengatakan sebuah laporan menyebutkan orang-orang dirawat karena kejang dan mulut berbusa, sesuai dengan gejala terkena paparan gas syaraf atau campuran gas syaraf dan gas klorin.
Di saat tuduhan penggunaan gas tersebut semakin menguat, kantor berita pemerintah Suriah Sana menyebutkan laporan tersebut dibuat oleh Jaish al-Islam, pemberontak yang masih berkuasa di Douma.
"Teroris Jaish al-Islam yang sudah kalah dan media mereka yang [membuat] serangan kimia karena upayanya gagal untuk menghalangi serangan oleh tentara Arab Suriah," menurut media pemerintah.
Pada Agustus 2013, roket yang berisi gas saraf sarin ditembakkan ke area yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur, yang menewaskan ratusan orang. Sebuah misi PBB mengonfirmasi penggunaan sarin, tapi tidak meminta Suriah menyebutkan siapa yang bertanggung jawab.
Negara Barat menyatakan hanya pasukan Pemerintah Suriah yang dapat melakukan serangan tersebut.
Pada April 2017, lebih dari 80 orang tewas dalam serangan gas sarin di kota yang dikuasai oposisi Khan Sheikhoun.