Kabar24.com, JAKARTA – Pertarungan bank sentral Jepang (BOJ) melawan deflasi akan semakin sengit. Memburuknya sentimen manufaktur besar di Negeri sakura untuk pertama kalinya dalam dua tahun, menguatnya yen, dan meningkatnya tensi perselisihan dagang dengan AS akan mempengaruhi target inflasi 2% yang diharapkan BOJ.
Survei Tankan yang dirilis BOJ pada Selasa (3/4/2018) memperllihatkan korporasi Jepang hanya akan melihat inflasi minimal dalam setahun.
Bahkan mereka tidak akan melihat adanya perubahan inflasi untuk tiga hingga lima tahun mendatang.
Adapun, berdasarkan survei BOJ terhadap sejumlah perusahaan besar di Jepang menunjukkan bahwa mereka tidak mengubah proyeksi mereka pada tiga bulan lalu mengenai harga konsumen yang naik sebesar 0,8% setahun dari sekarang.
Sementara itu, perkiraan kenaikan harga konsumen tetap di level 1,1% untuk tiga tahun mendatang dan 1,1% untuk lima tahun dari sekarang. Proyeksi ini pun tidak berubah dari perkiraan awal pada tiga bulan lalu.
Selain itu, kepercayaan bisnis di antara produsen besar Negeri Sakura juga menurun dari level tertingginya selama satu dekade pada kuartal I/2018. Berdasarkan survei tersebut, indeks sentimen bisnis Jepang turun menjadi 24 di kuartal pertama, lebih rendah dari perkiraan analis di level 25.
Hal itu disebabkan oleh nilai yen yang menguat, sehingga menekan laba sejumlah perusahaan produsen Jepang tersebut. Hal itu berimbas kepada sulitnya menaikkan upah dan investasi untuk pabrik dan perlengkapan.
Performa yen sebagai mata uang terkuat kedua di antara mata uang utama global pada kuartal pertama tahun ini dan meningkatnya risiko perang dagang global telah menjadi sandungan bagi BOJ untuk menormalisasi kebijakan moneternya dalam waktu dekat.
Ekonom Senior Mizuho Securities Co., Norio Miyagawa mengatakan ketidakpastian di kalangan pebisnis semakin tumbuh dan mereka tidak nyaman dengan penguatan yen yang secara langsung memengaruhi laba mereka.
"Namun, sentimen tidak mungkin menurun dalam beberapa bulan mendatang karena fundamental ekonomi tidak terlalu buruk. Saya memperkirakan pertumbuhan upah tetap stabil dan BOJ tetap melanjutkan stimulus moneter untuk sementara waktu," ungkapnya, seperti dikutip Bloomberg.
Adapun, BOJ telah menjalankan kebijakan moneter longgarnya sejak 2013. Kala itu, institusi keuangan Negeri Sakura ini berharap dapat menggairahkan konsumsi dan membawa nasyarakatnya keluar dari pola pikir deflasi untuk dapat meningkatkan ekspektasi inflasi dari korporasi dan rumah tangga.
Namun, upaya itu tidak memberikan kemajuan dalam pertumbuhan harga, sehingga BOJ kembali mengubah bingkai kebijakannya pada 2016 agar lebih sesuai dengan usahanya memerangi deflasi dalam jangka panjang.
HIngga kini, perekonomian Jepang telah berekspansi sepanjang delapan kuartal terakhir. Hal ini menjadi ekspansi terlama sejak melebarnya pertumbuhan ekonomi selama 12 kuartal pada April-Juni 1986 dan Januari-Maret 1989 ketika terjadi bubble ekonomi di Negeri Sakura.
Akan tetapi, rekor laju pertumbuhan tersebut mulai melambat larema tidak didukung oleh peningkatan harga konsumen.
Indeks inti harga konsumen nasional, yang termasuk produk minyak mentah, kecuali harga volatilitas makanan segar, naik 1% pada Februari dari tahun sebelumnya, sesuai dengan perkiraan, diperlihatkan oleh data pekan lalu.
Kendati demikian, pengukuran yang lebih runcing untuk harga konsumen yang mengecualikan makanan segar dan energi meningkat secara tahunan sebesar 0,5% pada Februari yang memperlihatkan pergerakan lambat dari inflasi.
Survei Tankan ini akan menjadi salah satu faktor yang digunakan dewan gubernur BOJ sebagai pertimbangan ketika mereka akan pertemuan selama dua hari untuk mereview akhir suku bunga pada 27 April 2018.