Kabar24.com, MALANG—Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memfasilitasi mahasiswa yang mengembangkan usaha mandiri dalam bentuk kegiatan inkubasi, bantuan fasilitasi akses perizinan dan permodalan.
Rektor UMM Fauzan mengatakan pihaknya saat ini menugaskan Wakil Rektor III untuk mendata mahasiswa yang akan dan tengah mengembangkan usaha mandirinya.
“Dari pendataan itu akan diketahui permasalahan terkait dengan upaya mahasiswa mengembangkan usahanya,” ujarnya di Malang, Selasa (27/3/2018).
Secara prinsip, kata dia, UMM akan mengantar mahasiswa yang akan dan tengah mengembangkan usaha mandirinya untuk menjadi berkembang, setidaknya bisa berjalan.
Kebijakan itu ditempuh terkait dengan misi UMM, yakni UMM Pasti, Pasti Lulus 4 tahun, Pasti Bekerja, dan Pasti Mandiri.
Salah satu mahasiswa yang sedangkan mengembangkan usaha mandirinya, yakni Shoffie Bunga Navandia, mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Baca Juga
Dia memproduksi jamu tradisional yang berkhasiat membantu penyembuhan berbagai macam penyakit, yakni jamu mengkudu lewat proses fermentasi..
Ide membuat jamu tersebut muncul lima tahun lalu, setelah mengetahui ayahnya mengidap penyakit liver stadium C.
Dia bingung dengan biaya pengobatan sang ayah karena mahal. Suatu saat, salah satu kawan sang ayah dari Korea Selatan datang menjenguk dan membawakan jamu tradisional untuk dikonsumsi setiap hari. Tak disangka, setelah meminum jamu tersebut, lambat laun, penyakit ayahnya membaik.
Sayangnya, dia tidak mempunyai punya cukup uang untuk terus membeli jamu berbahan dasar mengkudu tersebut. Ia pun berinisiatif untuk membuat sendiri jamu dengan bahan yang sama.
“Jadi awalnya saya buat untuk dikonsumsi ayah saya yang sedang sakit waktu itu, tidak ada pikiran sama sekali untuk menjualnya ke masyarakat,”urainya yang menjalankan bisnis tersebut sejak 2014.
Jamu yang diproduksi Soffie adalah jamu tradisional yang terbuat dari 100% fermentasi buah mengkudu tanpa campuran apapun. Buahnya juga dipilih melalui proses seleks. Intinya, kualitas buah harus terbaik.
Setelah dibersihkan dengan baik, mengkudu kemudian diproses untuk diambil airnya. Sari buah mengkudu tersebut lalu difermentasi selama 6-12 bulan. Usai masa fermentasi, jamu mengkudu kemudian akan dikemas dalam botol ukuran 500 ml.
Setiap botol dihargai Rp 65.000. Selain menjual eceran per botol, dia juga menyediakan paket hemat yang berisi enam botol pada setiap paketnya. Setiap paket dibanderol dengan harga Rp350.000.
Mencari pasokan mengkudu dengan jumlah yang banyak, dia mengkaui, bukan hal yang mudah. Jika awalnya hanya mencari dari satu daerah ke daerah yang lain, kini Soffie sudah memiliki lahan khusus untuk menanam mengkudu. Ia bahkan bekerjasama dengan pemerintah desa dan kelurahan untuk ikut serta mengajak masyarakat menanam pekarangan rumah.
”Lumayan bisa bantu para tetangga. Mereka saya kasih bibit, nanti kalau sudah panen saya beli Rp2.000/kg nya,”ucapnya.
Meskipun sudah mematenkan merk dagangnya, namun Ia belum mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meski telah mendapatkan Perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
“Saya juga sudah mengantongi hasil uji laboratorium, namun masih belum terdaftar di BPOM,ada beberapa syarat yang perlu ditambahkan misalnya masalah lahan produksi. Saat ini saya masih produksi di rumah,”katanya.
Dia sudah memasarkan produknya melalui iklan komersial di stasiun TV lokal, brosur, serta pameran-pameran UMKM di daerahnya. Jamu pace ini juga sudah banyak dipesan konsumen dari berbagai daerah mulai Gresik, Jakarta hingga Palembang.
Ozet penjualan jamu tersebut didapatnya mencapai puluhan juta pada setiap periode pengemasan. “Sekali pengiriman untuk proses fermentasi, ada enam ember. Setiap ember berisi sepuluh liter sari mengkudu,”ujarnya