Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri memandang belum perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu tentang pergantian calon peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan sikap pemerintah itu bertolak dari putusan MK No. 138/ 2009 bahwa MK merumuskan tiga syarat perlu tidaknya Perppu.
Ketiga syarat itu ialah adanya kepentingan memaksa yaitu pertama adanya keadaan dan kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum.
“Kedua, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU dengan prosedur biasa karena membutuhkan waktu yang lama sedangkan keadaan sangat mendesak untuk diberikan solusi," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (27/3/2018).
Tjahjo menegaskan pemerintah menghargai usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hingga saat ini, pemerintah berpandangan belum perlu dikeluarkannya Perppu.
USULAN KPK
Sebelumnya, KPK sempat mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan perppu karena penahanan sejumlah calon kepala daerah. KPK menyebut sejauh ini tidak ada UU yang mengatur pergantian calon kepala daerah yang ditahan akibat dugaan tindak pidana.
Dia menjelaskan KPU periode 2017-2022, setidaknya sudah tiga kali komisi ini menghadapi problem teknis Pemilu. Peristiwa yang paling konkret terkait dengan verifikasi partai pascaputusan Mahkamah Konstitusi.
“Lalu penyelengara juga dihadapkan pada permasalah jumlah PPK. Masalah lain yang mencuat, beberapa calon kepala daerah jadi tersangka. KPU sempat juga mengusulkan Perppu, pasca keluarnya putusan MK. Tapi waktu itu, pemerintah berpandangan tak perlu Perppu,” tambahnya.