Kabar24.com, SEMARANG—Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengklaim sistem Indonesia Timber Exchange (ITE) e-commerce atau bursa kayu daring, dapat menjadi fasilitas penunjang bagi eksportir produk kayu Jawa Tengah.
Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sri Puryono mengatakan, ITE e-Commerce adalah terobosan kreatif pengelolaan produk hasil hutan dari sistem konvensional ke sistem digital. Melalui sistem tersebut diharapkan proses transaksi, termasuk hubungan antara produsen dan pembeli atau business to business, baik domestik maupun antarnegara akan menjadi lebih efektif, efisien,dan lebih transparan.
“Harapannya, digitalisasi tersebut tidak sebatas pada bidang ekspor, namun menjadi sebuah proses pengelolaan hutan secara menyeluruh. Dari aspek perencanaan, pengelolaan, pemrosesan, hingga pemasaran hasil hutan termasuk kayu olahannya, beserta monitoring dan evaluasi,” ujarnya, Senin (19/3).
Seperti diketahui, CV Indo Jati Utama yang berasal dari Semarang menjadi perusahaan pertama asal Jateng yang menjajal sistem tersebut dengan mengawali ekspor perdan 40 meter kubik (m3) kayu merbau ke Amerika Serikat.
Sri menambahkan, sistem bursa kayu daring tersebut dapat memromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia (SVLK) yang selama ini telah dimiliki oleh sejumlah pengusaha kayu berbasis ekspor. Selain itu, sistem tersebut diharpakan semakin mendekatkan antara produsen dan pembeli, serta memangkas mata rantai ekspor kayu olahan.
Dia berharap, dari sistem tersebut, arus ekspor kayu dan produk olahan kayu Jateng terus meningkat. Seperti diketahui, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor-impor Jateng pada Februari 2018 didominasi oleh barnag dari kayu, tekstil dan barang hasil pabrik.
Baca Juga
Tekstil dan barang tekstil memberi andil sebesar 43,75% kayu dan barang dari kayu memberi andil 15,61% sementara bermacam barang hasil pabrik memberi andil 11,86%. Nilai ekspor untuk ketiga kelompok komoditas ini pada bulan Februari 2018 masing-masing sebesar US$215,77 juta, US$79,36juta dan US$59,35 juta.
Ketiga komoditas tersebut melanjutkan tren positifnya sebagai andalan ekspor Jateng sepanjang 2017. Adapun negara pangsa pasar utama ekspor Jateng sepanjang 2017 lalu didominasi oleh AS, Jepang, dan China.
Sri menambahkan, potensi ekpor kayu olahan dari Jateng sangat besar. Hal itu didukung dengan hamparan hutan di wilayah kawasan hutan yang dikelola Perhutani seluas 647 ribu hectar, dan hutan rakyat sekitar 740 ribu hektare. Sementara itu, kawasan fungsi hutan mencapai lebih dari 34 persen, dengan komoditas jati, mahoni, sono keling, sono kembang, dan rimba lainnya.
Produksi kayu jati di Jateng sendiri rata-rata 175 ribu meter kubik per tahun. Sementara kayu jati, mahoni, dan kayu rimba lainnya sekitar 80 ribu meter kubik. Selain itu hasil hutan nonkayu seperti getah pinus dan damar sekitar 40 ribu ton per tahun. Hasil hutan tersebut mampu memberikan kontribusi sangat besar bagi Jateng.
Di sisi lain, Staf Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Energi Hudoyo mengatakan, keberhasilan Indonesia di dalam perjanjian sukarela FLEGT PA dengan Uni Eropa harus menjadi momentum untuk memperluas pasar ekspor produk kayu Indonesia. Pasalnya, Uni Eropa mempunyai pengaruh global secara ekonomi dan politik serta preferensi konsumennya yang sangat kuat dengan masalah lingkungan.
Menurutnya, salah satu kunci untuk meningkatkan ekspor produk perkayuan adalah inovasi dan adaptasi dengan perkembangan teknologi terkini, termasuk memanfaatkan teknologi informasi dalam perdagangan produk kayu.