Bisnis.com, JAKARTA – Mahar politik dan korupsi kepala daerah yang ditengarai untuk pendanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) mencoreng integritas proses Pilkada 2018.
Keterangan resmi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan penindakan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum sepanjang 2010-2018 telah ada 242 kepala daerah menjadi tersangka korupsi.
Bahkan, telah ada 8 kepala daerah yang ditindak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang Januari-Februari 2018.
Penindakan korupsi terhadap kepala daerah, khususnya pada 2018 ini, menegaskan adanya hubungan sebab akibat dengan kontestasi pilkada 2018.
Pasalnya, kasus tersebut melibatkan calon kepala daerah dan disebut-sebut untuk mendanai pilkada yang berbiaya tinggi.
Baca Juga
"Luput dilihat bahwa pengeluaran tinggi dalam pilkada terletak pada pengeluaran illegal, yaitu mahar politik, jual beli suara, dan suap penyelenggara, serta biaya yang pada dasarnya tidak urgent, yaitu pendanaan saksi," tulis rilis ICW yang dilansir Sabtu (3/3/2018).
Hingga saat ini, telah ada empat calon kepala daerah yang menyandang status tersangka korupsi. Mereka adalah Calon Gubernur NTT Marianus Sae, Calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Marianus Sae, Nyono Suharli, dan Imas Ayumningsih merupakan kepala daerah aktif.
Sementara itu, Asrun merupakan Mantan Walikota Kendari yang ditangkap bersama dengan anaknya yang saat ini menjabat sebagai Walikota Kendari.
Sebelumnya, beberapa nama potensial urung dicalonkan partai akibat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, seperti Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Bupati Mojokerto Masud Yunus. Mereka tertangkap tidak lama menjelang pencalonan pilkada 2018.