Kabar24.com, JAKARTA — Setelah merasakan keresahan masyarakat, Presiden Joko Widodo mengaku masih memerlukan berbagai pertimbangan untuk memastikan ikut menandatangani revisi Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Bahkan, Jokowi menyarankan jika masyarakat tidak setuju atas revisi tersebut, dapat beramai-ramai mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Presiden mengaku memahami keresahan yang ada di masyarakat, dengan banyak yang menyebut bahwa urusan hukum dan etika dicampur aduk.
“Saya rasa kita tidak ingin penurunan demokrasi kita. Yang tidak setuju silahkan berbondong-bondong diajukan ke MK untuk judicial review,” ujarnya sesuai menghadiri Dzikir Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas I) Majelis Dzikir Kebangsaan Hubbul Wathon, di Asrama Haji Pondok Gede, Rabu (21/2/2018).
Pada Selasa (20/2/2018), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly telah melaporkan dinamika terakhir tentang revisi UU No.17/2014 tersebut.
Menkumham mengaku Presiden Joko Widodo kaget dengan hasil revisi beleid tentang MD3.
Jokowi mengakui bahwa dokumen revisi UU MD3 sudah ada di meja kerjanya, tetapi dia masih belum memastikan akan menandatanganinya atau tidak.
“Ya itu kan risiko yang ada [jika tidak ditandatangani tetap disahkan]. Kalau saya tandatangani nanti masyarakat sampaikan bahwa ini didukung penuh. Kalau tidak juga tetap berjalan [revisi UU],” tambahnya.
Sebelumnya, Yasonna mengakui baru memberikan laporan terkait dinamika revisi UU MD3, termasuk pasal-pasal kontroversial.
“Beliau tidak aware sama sekali dan tidak saya laporkan,” tutur Yasonna.
Beberapa pasal kontroversial, a.l, pasal yang mengatur kewenangan DPR memanggil pejabat negara, pemerintah, badan hukum secara paksa melalui kepolisian.
Selain itu, pasal yang mengatur tentang diperlukannya izin Presiden dan MKD yang ingin memeriksa anggota DPR terkait hukum pidana.
“Jadi yang tidak kita setujui dari draft [revisi] itu sungguh sangat banyak. Jadi supaya jelas untuk yang OTT, untuk yang kejahatan diancam hukuman mati dan seumur hidup seperti pembunuhan, untuk yang pidana khusus, korupsi, teroris, narkoba, makar itu tidak perlu izin Presiden. Itu saya ngotot di situ,” jelas Yasonna.