Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo meminta secara khusus 39.000 pendamping desa untuk aktif mengawal dan menyosialisasikan program padat karya tunai.
Sebagai salah satu ujung tombak pelaksana program ini di lapangan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus berupaya mengawal dan menyosialisasikan padat karya tunai di seluruh desa. Program Padat Karya Tunai menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2018.
“Saya ingatkan lagi kepada para pendamping desa untuk aktif berkomunikasi dengan para kepala desa untuk menyukseskan program padat karya tunai,” ujar Eko saat menghadiri rapat koordinasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar, Sulawesi Selatan, yang dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (15/2/2018).
Dia menjelaskan beberapa program prioritas di Kemendes PDTT seperti pembangunan embung, pembuatan sarana olahraga, dan berbagai proyek infrastruktur dasar di desa bisa dilakukan dengan skema padat karya tunai.
Menurutnya, banyak kepala desa yang masih belum mengetahui bagaimana program padat karya tunai diimplementasikan di lapangan.
“Tugas pendamping desa adalah mendampingi kepala desa yang belum tahu. Selain itu, juga untuk menyosialisasikan dan memastikan program-progran utama agar berjalan. Masih banyak yang belum bikin embung dan BUMDes,” ujarnya.
Eko mengatakan ada beberapa prinsip pelaksanaan program padat karya tunai yang harus disampaikan pendamping desa kepada pemerintah dan warga desa. Salah satu prinsip tersebut, lanjutnya, adalah berbagai proyek yang didanai dana desa wajib dikelola secara swakelola dan tidak dikontraktualkan lagi.
Langkah ini untuk menjamin agar manfaat anggaran proyek, baik dalam bentuk upah, dana pembelian bahan material hingga penyerapan tenaga kerja bisa dirasakan langsung oleh warga desa.
"Kalau dengan kontraktor, uangnya akan diterima kontraktor, mungkin pekerjanya dari orang-orang mereka, maka perputaran uang di desa tidak akan terjadi. Olah karena itu, dana desa wajib dengan swakelola," tegasnya.
Prinsip kedua, lanjut Eko, 30% anggaran dana desa wajib digunakan untuk upah pekerja. Hal ini dimaksudkan agar warga desa mendapatkan kepastian pendapatan dengan program padat karya tunai.
Dengan demikian, dana desa, selain produktif untuk mewujudkan berbagai proyek infrastruktur dasar di desa, juga bisa meningkatkan daya beli masyarakat desa.
“Jika skema ini berjalan dengan baik maka daya beli masyarakat desa akan meningkat dengan cepat dan pasti akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan di desa,” tegasnya.