Kabar24.com, JAKARTA - Rabu besok, 31 Januari 2018, seluruh masyarakat Indonesia dapat menyaksikan secara langsung fenomena alam gerhana bulan total (GBT).
Kejadian ini disebut sebagai kejadian langka lantaran terjadi sekali dalam ratusan tahun lamanya, tepatnya sekali dalam 192 tahun!. GBT 31 Januari 2018 ini juga disebut sebagai blood moon, blue moon dan supermoon.
Observatorium Bosscha ITB Bandung menyambut fenomena alam ini dengan melakukan kegiatan pengamatan dan penelitian untuk mengetahui kondisi atmosfer bumi secara kualitatif dan merekonstruksi spektrum atmosfer bumi sebagai model atmosfer planet layak huni di planet ekstrasolar (planet di luar tata surya).
Pihak Observatorium Bosscha ITB Bandung mengulas fenomena alam ini, sebagaimana dituliskan dalam rilis yang diunggah di laman Observatorium Bosscha, http://bosscha.itb.ac.id, berikut ini ulasannya:
Gerhana bulan total terjadi saat bulan tidak terkena cahaya matahari karena terhalang oleh bumi. Pada saat itu, matahari, bumi, dan bulan hampir berada dalam satu garis lurus. Gerhana bulan selalu terjadi pada saat bulan purnama. Namun, tidak setiap purnama terjadi gerhana bulan, karena bidang orbit bulan membentuk sudut 5o terhadap ekliptika (bidangorbit bumi mengelilingi matahari).
Umumnya, dalam satu tahun terjadi dua hingga tiga kali gerhana bulan. Pada tahun 2018 ini, gerhana bulan terjadi pada 31 Januari dan 28 Juli. Keduanya merupakan gerhana bulan total yang merupakan kejadian cukup langka. Namun dari kedua gerhana tersebut, hanya gerhana bulan di tanggal 31 Januari 2018 saja yang dapat teramati seluruhnya dari Indonesia. Pada gerhana bulan 28 Juli 2018, sebagian wilayah Indonesia timur tidak dapat menyaksikan keseluruhan gerhana.
Baca Juga
Gerhana bulan total 31 Januari 2018
Tanggal 31 Januari 2018, bulan mulai memasuki bayangan umbra bumi pukul 18.48 WIB. Bayangan hitam mulai muncul di permukaan bulan sehingga bulan purnama akan tampak berubah bentuk menjadi bulan setengah, bulan sabit, dan pada puncaknya bulan akan terlihat kemerahan (pukul 19.52 hingga 21.08 WIB).
Warna merah ini muncul karena cahaya matahari dihamburkan oleh debu dan molekul di atmosfer bumi. Warna biru akan terhamburkan lebih kuat, sedangkan warna merah dapat lolos melewati atmosfer bumi dan sampai ke permukaan bulan. Bulan pun tampak berwarna kemerahan. Sebagian orang zaman dahulu kemudian menyebut gerhana bulan total sebagai blood moon atau bulan merah-darah.
Sebenarnya warna bulan saat puncak gerhana tidak selalu sama. Bulan dapat berwarna merah-oranye, merah bata, merah kecokelatan, hingga merah gelap. Perbedaan warna ini bergantung pada banyaknya kandungan uap air, polutan udara hasil pembakaran atau asap pabrik/kendaraan bermotor, debu, dan abu letusan gunung berapi. Bulan akan tampak semakin gelap seiring dengan makin banyaknya kandungan material tersebut.
Pada pukul 22.11 WIB, bulan meninggalkan umbra bumi menuju bagian penumbra. Saat itu, bulan akan kembali terlihat sebagai purnama yang redup karena pengaruh bayangan penumbra bumi. Baru pada pukul 23.08 wib, bulan tidak lagi berada di dalam bayangan bumi dan gerhana bulan benar-benar berakhir. Bulan akan kembali tampak sebagai purnama yang terang.
Blood Moon, Blue moon dan Supermoon
Jika istilah blood moon berasal dari penampakan bulan yang kemerahan saat puncak gerhana, tidak demikian halnya dengan istilah blue moon. Blue moon tidak mengacu pada penampakan gerhana berwarna biru.
Bulan dapat berwarna kebiruan jika atmosfer bumi dipenuhi debu/abu berukuran lebih dari 0,7 mikrometer yang dapat menghamburkan warna merah, seperti yang terjadi pasca letusan gunung Krakatau di tahun 1883 yang menyebabkan bulan menjadi kebiruan selama beberapa tahun. Namun belakangan ini,istilah blue moon lebih populer digunakan untuk menyebut bulan purnama kedua yang terjadi pada bulan yang sama.
Untuk diketahui, lamanya fase bulan dari satu purnama ke purnama berikutnya adalah 29,53 hari. Sedangkan lamanya bulan masehi bervariasi, mulai dari 28/29 hari di bulan Februari hingga 30 dan 31 hari di bulan lainnya. Sehingga dalam satu bulan, dapat terjadi dua kali purnama (kecuali di bulan Februari).
Secara umum, sekitar 3% dari keseluruhan purnama terjadi saat blue moon.Sedangkan istilah supermoon adalah penampakan bulan purnama yang sedikit lebih besar (hingga 14%) dan lebih terang (hingga 30%) ketimbang biasanya. Hal ini karena orbit bulan yang berupa elips sehingga jarak bumi-bulan tidak selalu sama.
Jarak terjauh bulan dari bumi adalah 406.700 km sedangkan jarak terdekatnya adalah 356.00 km. Purnama yang terjadi saat bulan berada di titik terdekat disebut dengan supermoon, sedangkan purnama yang terjadi saat titik terjauhnya disebut dengan micromoon. Satu dari empat purnama merupakan supermoon, sehingga supermoon ini sebenarnya bukanlah kejadian langka.
Peristiwa gerhana bulan total pada tanggal 31 Januari 2018 disebut kejadian langka karena merupakan gerhana bulan total yang terjadi saat supermoon sekaligus bluemoon. Secara rata-rata, peristiwa ini hanya terjadi 0,042% dari keseluruhan purnama atau hanya sekali dalam 2380 kali purnama (satu kali dalam 192 tahun).