Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha lokal perlu meningkatkan kepekaan terhadap pengembangan modal tak berwujud atau intangible capital, sebagai faktor pendukung memenangkan kompetisi.
Cita Citrawinda, Ketua Asosiasi Konsultan Kekayaan Intelektual (AKHKI), mengatakan mendorong eksistensi hak kekayaan intelektual (HKI) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mendorong persaingan usaha.
"Sayangnya, pelaku usaha kita belum sampai di situ. Sekarang perlu didorong, semua pelaku usaha harus lebih peka dalam melihat kegunaan HKI," tuturnya, Rabu (17/1/2018).
Terkait dengan modal tak berwujud, belum lama ini, World Intellectual Property Organization (WIPO), merilis World Intellectual Property Report 2017.
Dalam WIPR 2017 bertajuk Intangible Capital in Global Value Chains, ditemukan juga bahwa nilai riil yang dihasilkan dari intangibles asset mencapai US$5,9 triliun pada 2014 atau meningkat 75% dibandingkan dengan nilai pendapatan pada 2000.
Kajian modal tak berwujud, seperti merek, desain, dan inovasi teknologi, menyumbang rata-rata 30% dari total nilai produk manufaktur.
Cita menambahkan pengertian mengenai HKI tidak hanya sebatas pengelolaan merek sebuah produk, tetapi juga bicara paten, desain industri dan lainnya. Pihaknya khawatir dengan minimnya kesadaran mengenai HKI, pasar nasional hanya semakin dinikmati oleh produk asing.
"Kalau produk luar yang mahal mudah masuk, dan kita menjadi konsumennya. Sementara produk kita mau keluar, susah sekali, di dalam negeri pun sulit untuk menang," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal WIPO Francis Gurry mengatakan modal tak berwujud akan semakin menentukan nasib dan keberuntungan perusahaan dalam rantai pasok global. Menurutnya, daya tarik umum, tampilan dan fungsi sebuah produk akan menentukan kesuksesan di pasar.
“Kekayaan intelektual pada akhirnya menjadi cara bagi perusahaan untuk mengamankan keunggulan kompetitif yang mengalir bagi mereka,” tuturnya.
Dalam kajian tersebut, disebutkan bahwa kontribusi modal tak berwujud, mengalahkan besaran modal yang dikucurkan perusahaan untuk investasi bangunan dan permesinan.
Misalnya saja, hasil kajian mengenai produk telepon pintar milik Apple dan Samsung, yang mendominasi pasar high-end dengan harga di atas US$400 per unitnya. Untuk segmen ini, Samsung dan Apple masing-masing memiliki pangsa pasar sebesar 57% dan 25%.
Apple yang menjual iPhone 7 dengan nilai US$810 setidaknya mengambil 42% dari nilai penjualan unit yang dialokasikan untuk mengganti modal tak berwujud yang dikeluarkan perusahaan. Sementara itu, Samsung mengambil 34% harga produk untuk modal tak terwujud.
Pada segmen ini, intangible asset yang penting mencakup teknologi, desain perangkat keras, dan perangkat lunak dan pemasaran.