Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha tengah melakukan investigasi atas permasalahan ketersediaan dan harga beras medium dengan indikasi kartel.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan permasalahan beras di pasaran merupakan anomali.
"Kami lakukan penelitian karena berdasarkan data Kementerian Pertanian stok beras mencukupi untuk Januari dan Februari, akan tetapi langka di konsumen," katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (10/1/2018).
Saat ini investigator KPPU bersama dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian sedang menyisir pola persaingan usaha di antara para pedagang beras.
Syarkawi menjelaskan KPPU memiliki dua indikasi. Pertama, kelangkaan dan tingginya harga beras disebabkan oleh gangguan distribusi akibat penimbunan. Kedua, karena adanya kesepakatan antipersaingan seperti kartel di antara para pelaku usaha.
"Kami belum bisa menyimpulkan, akan tetapi pelanggaran [antipersaingan usaha] bisa terjadi," ucapnya
Selain itu, KPPU menanggap perlu dilakukan pembenahan dari hulu. Salah satunya dengan membangun sentra-sentra penjualan beras di provinsi lainnya.
Saat ini, sentra penjualan beras hanya ada di Cipinang, DKI Jakarta. Padahal, Indonesia memiliki enam sentra produksi beras di provinsi-provinsi lainnya.
"Jadi referensi harga itu bervariasi. Tidak hanya berpatok pada sentra beras di Cipinang," jelas Syarkawi.
Seperti yang diketahui, harga jual beras medium naik di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan. Beras golongan dua itu pun langka di pasaran.
PT Food Station Tjipinang Jaya mengklaim kelangkaan dan tingginya harga diakibatkan harga gabah yang tinggi yakni Rp6.000 – Rp6.800/kg sehingga membuat pengusaha sulit memproduksi beras medium di bawah HET yakni Rp9.450/kg dan Rp9.300/kg.