Kabar24.com, JAKARTA – Keputusan Presiden Donald Trump mengakui ibu kota Israel dinilai sebagai sejarah kelabu.
Pengamat politik dari Universitas Budi Luhur Fahleza Munabari menyebutkan di bawah Donald Trump Amerika justru menorehkan sejarah kelabu bagi dunia.
Lebih jauh pakar politik luar negeri dari Pusat Kajian Komunikasi dan Keindonesiaan itu menyebutkan langkah Trump serta merta memunculkan dua kubu berseberangan.
“Hanya ada dua poros dalam hal ini, poros yang mendukung keputusan Trump dan poros yang tidak mendukung,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (7/12/2017).
Poros tersebut, lanjutnya, bukan negara Islam melainkan juga negara-negara non-Islam seperti Prancis, Jerman, dan Inggris.
“Amerika telah menorehkan sejarah kelabu bagi dunia di bawah Trump melalui kebijakan yang satu ini. Tidak saja kelabu bagi Timur Tengah, tetapi juga bagi dunia,” ujar Fahleza.
Baca Juga
Ia menyebutkan, kebijakan Trump ini diprediksi akan semakin meningkatkan aksi-aksi terorisme di dunia.
“Presiden-Presiden AS sebelumnya tahu benar ini adalah masalah sensitif. Mereka tidak pernah memutuskan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Hanya di bawah Trump saja hal ini terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam direncanakan melakukan sidang luar biasa untuk menanggapi klaim AS bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Namun, Fahleza meyakini posisi OKI tidak kuat di mata AS.
“Sama sekali tidak kuat, hanya mengeluarkan pernyataan bersama saja OKI itu, besok,” ujarnya.
Lebih jauh, Fahleza menyebutkan dirinya sempat mendengar kabar soal klaim Israel bahwa Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendukug kebijakan Trump.
“Saya belum mendapat konfirmasi soal ini. Tapi kalau pun iya, bagi Duterte itu nothing to lose. Mayoritas FIlipina Kristen dan Katolik. Duterte bermasalah dengan Obama, tapi tidak dengan Trump,” ujarnya.
Di sisi lain, meski di Asia bisa muncul perbedaan pandangan, Timur Tengah nampaknya akan satu suara menentang kebijakan Trump. “Bahkan Iran yang syiah pun akan satu suara,” ujar Fahleza.