Kabar24.com, JAKARTA — Menteri Pertanian Amran Sulaiman tidak memanfaatkan ruang konfirmasi yang disediakan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dengan informasi perberasan.
Amran Menteri diduga melakukan maladministrasi yang berkaitan dengan pemberian informasi yang tidak akurat mengenai data perberasan termasuk kepada aparat penegak hukum.
Saat penggrebekan dugaan pelanggaran perniagaan beras yang dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul (IBU), Kementerian Pertanian memberikan informasi mengenai kerugian raturan miliar terkait kegiatan usaha PT IBU tersebut.
Anggota Ombudsman Republik Indoensia (ORI) Alamsyah Siregar mengatakan kementerian tersebut menggunakan sumber data yang keliru dan pihaknya melakukan pendalaman karena tidak ingin ada pihak yang ingin menunggangi demi pencitraan terkait penyidikan Polri terkait perdagangan beras.
Dalam upaya proses klarifikasi, Amran Sulaiman tidak memenuhi panggilan Ombudsman. Karena bersifat konfirmasi, permintaan klarifikasi ini menurut Alamsyah tidak bisa diwakilkan sehingga dalam laporan akhir hasil pemeriksaaan (LAHP) ORI menyatakan bahwa menteri tersebut tidak memanfaatkan ruang konfirmasi yang disediakan.
Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian, data kerugian tersebut merupakan data penelitian. Namun ORI masih mempertanyakan kelayakan agregrasi dalam penelitian itu untuk menghitung kerugian ekonomi hingga triliunan rupiah sebagaimana telah diungkapkan ke publik tersebut.
“Kami juga telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan dari hasil koordinasi itu, lembaga yang berhak menyatakan ada tidaknya sebuah kerugian negara adalah BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] , bukan lembaga lain,” tuturnya, Selasa (21/11/2017).
Karena itu, dalam LAHP, khususnya mengenai tindakan korektif, pihaknya menyarankan Kementerian Pertanian dan kementerian atau lembaga lainnya agar selalu berkonsultasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait metodologi suatu penelitian sebelum dipublikasikan.
“Dalam UU statistik, semua kementerian dan lembaga yang ingin mengungkap data makro harus koordinasi ke BPS dan dalam kasus ini belum dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi ke publik,” lanjutnya.
Selain memberikan catatan korektif kepada Kementerian Pertanian, ORI juga memberikan catatan kepada Kementerian Perdagangan khususnya mengenai regulasi tata niaga perberasan khususnya mengenai Permendag No.47/2017 yang merupakan revisi Permendag No.27/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.
“Kemendag mengakui ada hal-hal yang dilakukan tergesa-gesa dan tidak melibatkan banyak pihak, serta tidak melakukan sosialisasi Permendag meski aturan itu sudah dicabut dan belum sempat diundangkan,” paparnya.
Catatan korektif lainnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta untuk segera menyelesaikan penelitian tentang persaingan usaha di sektor pangan khususnya beras agar publik bisa memperoleh informasi yang valid mengenai tata niaga perberasan nasional.
Berbagai catatan korektif ini menurutnya harus ditindaklanjuti dalam waktu 30 hari.
Jika tidak, ORI akan menaikkan statusnya menjadi rekomendasi dan menyerahkan ke Presiden serta DPR untuk ditindaklanjuti.
“Karena itu kami menyarankan agar kementerian dan lembaga terkait segera melakukan konsultasi ke Ombudsman terkait penyusunan langkah perbaikan."