Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Google Hapus Vidoe Ekstremis di YouTube

Google dalam beberapa bulan terakhir mulai menghapus video ekstremis YouTube yang tidak memperlihatkan kekerasan atau memberitakan kebencian,
Google/Reuters
Google/Reuters

Bisnis.com, SAN FRANCISCO -  Google dalam beberapa bulan terakhir mulai menghapus video ekstremis YouTube yang tidak memperlihatkan kekerasan atau memberitakan kebencian, kata YouTube pada Senin (13/11/2017), yang menjadi pergeseran kebijakan utama saat perusahaan media gaul menghadapi tekanan pemerintah.

Kebijakan baru tersebut berdampak pada video menampilkan masyarakat dan kelompok yang dinyatakan teroris oleh pemerintah Amerika Serikat atau Inggris, tetapi tidak menampakkan kekerasan berdarah atau ucapan kebencian, yang telah dilarang oleh YouTube.

Juru bicara YouTube, yang meminta tidak disebutkan namanya untuk alasan keamanan, memastikan kebijakan tersebut. Perusahaan itu tidak memberi tahu secara pasti kapan kebijakan tersebut mulai berlaku.

Seperti halnya persyaratan YouTube, yang melarang "teroris" menggunakan layanan itu, kebijakan baru tersebut terus mengawasi video unggahan pihak lain, yang mungkin ingin disalurkan oleh pegaris keras jika mereka dapat memiliki akun, kata juru bicara tersebut.

Ratusan video oleh salah seorang perekrut al-Qaeda yang tewas, Anwar al-Awlaki, yang menguliahi sejarah Islam tercatat jauh sebelum dia mendukung kekerasan terhadap AS, dihapus berdasarkan kebijakan baru tersebut, demikian juru bicara tersebut.

Pemerintah dan kelompok hak asasi manusia menekan YouTube selama bertahun-tahun untuk menindak video ekstremis. Mereka berpendapat propaganda tersebut meradikalisasi pemirsa dan berkontribusi pada serangan teror mematikan.

Menteri Dalam Negeri Inggris Amber Rudd memperkuat tekanan tersebut selama kunjungan dengan perusahaan teknologi di Silicon Valley pada Juli dan sebuah pidato di Washington, DC pekan lalu. Uni Eropa dan anggota parlemen AS tahun ini telah mengancam untuk memberlakukan konsekuensi bagi perusahaan teknologi jika kekhawatiran tersebut tidak ditangani.

YouTube mengatakan diskusi dengan pakar dari luar mendorong kebijakan baru tersebut, tetapi tidak jelas mengapa perusahaan tersebut memutuskan untuk bertindak baru-baru ini. Pada Juni, perusahaan tersebut mengumumkan "konten religius atau supremasi menghasut" yang tidak melanggar kebijakannya diizinkan dengan label peringatan dan pembatasan, sehingga membuat mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pendapatan iklan.

"Kami pikir ini menyerang keseimbangan yang tepat antara kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi tanpa mempromosikan sudut pandang yang sangat ofensif," kata Penasehat Umum Google Kent Walker dalam sebuah kiriman blog.

YouTube telah menolak untuk menerapkan kontrol editorial lebih, karena khawatir mempersulit video yang bersifat penting untuk mendapatkan pemirsa yang luas, demikian direktur kebijakan publik global YouTube Juniper Downs dalam sebuah konferensi San Francisco yang disponsori oleh Liga Anti-Fitnah pada Senin.

"Kami akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga jika kita benar-benar mengubah cara kerja platform ini," katanya saat diskusi panel.

YouTube mengandalkan daftar teroris pemerintah dan kelompok teroris untuk pelaksanaannya. Moderator muatan memeriksa daftar dan membuat keputusan penghapusan setelah membuat laporan dari sistem otomatis, pengguna atau organisasi mitra, seperti, Liga Anti-Fitnah dan Institute for Strategic Dialogue.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA/REUTERS

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper