Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemberian Gelar Pahlawan Abaikan Aspirasi Daerah dan Cenderung Politis

Sejarawan JJ Rizal mengatakan penetapan gelar pahlawan nasional cenderung berdasarkan konteks politik ketimbang pertimbangan sejarah.
Ahli waris empat tokoh nasional memanjatkan doa usai penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/11)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Ahli waris empat tokoh nasional memanjatkan doa usai penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/11)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Kabar24.com, JAKARTA - Sejarawan JJ Rizal mengatakan penetapan gelar pahlawan nasional cenderung berdasarkan konteks politik ketimbang pertimbangan sejarah.

Minimnya pertimbangan sejarah, ujarnya, terlihat dari penetapan gelar pahlawan yang tidak banyak melibatkan sejarawan dan masyarakat tempat pahlawan itu berada.

Rizal kemudian mencontohkan pemberian gelar pahlawan untuk pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lafran Pane sebagai contoh pertimbangan politik pemerintah. Lafran Pane dianggap pahlawan karena berperan melawan pergeseran ideologi negara dari Pancasila ke komunisme.

“Mungkin juga ini karena sering kelompok HMI dan kelompok Islam mendemo pemerintah,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPR bersama Ketua Badan Pengkajian MPR, Bambang Sadono, Senin (13/11/2017).

Menurutnya, memilih Lafran Pane sebagai pahlawan artinya terkait dengan peristiwa 1965, sedangkan peristiwa itu masih kontroversi.

Rizal menilai pemerintah menafikan hasil riset sejarawan ihwal peristiwa tersebut. Suara sejarawan, menurut dia, tak lantas menjadi suara negara, salah satunya menjadi pertimbangan dalam menetapkan gelar pahlawan.

"Negara menafikan itu karena di dalam sistem penilaian kepahlawanan negara itu lebih banyak urusan politik. Misalnya syaratnya harus bersih lingkungan, tidak terlibat peristiwa-peristiwa yang dianggap berlawanan dengan ideologi negara, dan sebagainya," ujarnya.

Pada sisi lain, ujarnya, masyarakat di daerah juga belum merasa warga Indonesia kalau belum ada pahlawan dari wilayahnya. Dengan demikian tidak heran kalau masyarakat Sumba, Papua, Aceh, Sunda, dan Betawi ingin punya pahlawan.

Hanya saja, penentuan pahlawan didominasi oleh pemerintah pusat dan sering mengabaikan aspirasi daerah.

Rizal berpendapat seharusnya setiap daerah memiliki otoritas untuk menentukan pahlawannya sendiri.

"Menurut saya mungkin saatnya kita mendekonstruksi itu, tiap masing-masing daerah merayakan kepahlawanan yang kita tahu dan kenal," ujarnya.

Rizal mencontohkan ihwal pemberian nama jalan di daerah. Menurut dia, nama jalan protokol daerah seharusnya dapat menggunakan nama pahlawan daerah tersebut.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper