Bisnis.com, SEMARANG -- PT Industri Gula Nusantara (IGN) mengoperasikan pabrik gula di Cepiring, Kab. Kendal, Jawa Tengah yang telah ada semenjak 1835.
Perusahaan ini merupakan kongsi antara swasta dan badan usaha milik negara. Porsi swasta yakni PT Multi Manis Mandiri (MMM) mencapai 64% saham sedangkan PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) sebagai minoritas sebanyak 36% saham.
Akan tetapi kesulitan bahan baku membuat pabrik ini terus buka tutup dari waktu ke waktu dan menimbulkan persoalan utang jatuh tempo dengan kreditur. Hingga akhirnya pada 9 Oktober 2017 lalu, Pengadilan Niaga Semarang menetapkan perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKUP) sementara.
Penetapan ini setelah salah satu kreditur yakni PT Mitra Setia Jaya meragukan kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya dan meminta pengadilan menjembatani pemenuhan haknya.
Dalam catatan Bisnis, pabrik ini memiliki masalah kelolaan lahan untuk sebuah pabrik tebu. Perusahaan memiliki lahan 1.300 hektare, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan luas lahan ideal yang mencapai 4.000—4.500 hektare.
Pabrik ini pertama kali beroperasi pada 1835 di zaman kolonial Belanda. Selama masa perang hingga diambil alih pemerintah Indonesia pada 1954, PG Ceping mengalami beberapa kali buka tutup baik karena masa resesi maupun dijadikan markas militer.
Baca Juga
Pabrik gula ini juga pernah ditutup pada 1998 karena kesulitan bahan baku. Setelah 10 tahun berhenti beroperasi, pada 2008 pabrik kembali beroperasi dengan menggandeng swasta yakni Multi Manis Mandiri. Pada 2016 lalu, akibat produktivitas yang kecil dan kesulitan bahan baku pabrik ini kembali di tutup dan memberhentikan 360 orang pekerjanya.
“Padahal alat-alat yang digunakan untuk memproduksi gula siap digunakan,” ujar Kairul Anwar, pengurus PKPU PT IGN di Semarang, Jumat (13/10/2017).
Titin Nusantari, Kepala Humas PT Perkebunan Nusantara IX mengatakan pihaknya mengarahkan untuk menggandeng investor baru jika ingin menyelamatkan pabrik. Dia mengatakan posisi perusahaan dalam pabrik patungan ini merupakan minoritas.
“Karena kalau PTPN IX kesulitan untuk membayar utang itu,” katanya.