Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mempertimbangkan untuk mengganti perintah eksekutifnya yang melarang sementara kunjungan warga dari beberapa negara mayoritas Muslim ke AS.
Larangan saat ini, yang diberlakukan pada Maret dan berakhir pada Minggu malam, diberlakukan kepada warga Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman yang hendak bepergian ke AS. Pembatasan baru tersebut bukan pelarangan total, namun menyesuaikan batasan perjalanan berdasarkan negara.
Dilansir Reuters, Trump menerima satu set rekomendasi kebijakan pada hari Jumat dari Menteri Keamanan Dalam Negeri, Elaine Duke, dan mendapat penjelasan mengenai masalah ini oleh pejabat pemerintah lainnya, termasuk Jaksa Agung Jeff Sessions dan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson.
Trump menawarkan beberapa pandangan mengenai apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya, dan hanya mengatakan bahwa "larangan perjalanan, semakin sulit akan semakin baik."
Pada hari Jumat (22/9), presiden Trump belum membuat keputusan akhir mengenai isi perintah eksekutif baru dan negara mana yang akan terpengaruh, sehingga membuka kemungkinan daftar negara-negara tersebut dapat diperluas.
Miles Taylor, ajudan Elaine Duke, mengatakan bahwa alih-alih adanya larangan total masuk ke AS, pembatasan yang diusulkan akan berbeda pada tiap-tiap negara, tergantung dari kerja sama dengan mandat keamanan AS, ancaman kepada AS dari masing-masing negara, serta variabel lainnya.
Setelah serangan bom 15 September di sebuah kereta London, Trump menulis di Twitter bahwa larangan baru tersebut "harus jauh lebih besar, lebih ketat dan lebih spesifik, namun hal tersebut tidak akan benar secara politis."
Seperti diketahui, larangan yang berlaku sebelumnya melarang masuk warga dari enam negara selama 90 hari dan 120 hari kepada pengungsi agar pemerintahan Trump mendapat cukup waktu untuk meninjau seluruh pendatang.
Kebijakan ini banyak dikritik sebagai diskriminasi terhadap Muslim dan melanggar jaminan konstitusional kebebasan beragama dan perlindungan yang sama di bawah hukum, melanggar undang-undang imigrasi AS yang sudah ada dan memicu kebencian agama.
Beberapa pengadilan federal menolak larangan tersebut, namun Mahkamah Agung AS. mengizinkannya diberlakukan pada bulan Juni dengan beberapa batasan.