Kabar24.com, JAKARTA - Kembali, kepala daerah ditangkap KPK karena terkait kasus korupsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Walikota Batu, Jawa Timur, Eddy Rumpoko sebagai tersangka suap terkait fee proyek dari seorang pengusaha.
Tertangkapnya Eddy Rumpoko dalam operasi tangkap tangan KPK menambah daftar panjang para kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Sebelumnya ada beberapa kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang berbeda seperti Bupati Batubara, Sumatra Utara Arya Zulkarnain, Wali Kota Tegal, Siti Mashita, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti serta Wali Kota Madiun Bambang Irianto.
Deputi Pencegahan Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan, berkaca dari persaingan antarkandidat dalam pemilihan kepala daerah pada 2015, terbukti persaingan terbuka bisa melahirkan praktik korupsi setelah calon tersebut menduduki jabatannya.
Pada 2015 silam, komisi tersebut wewawancarai 270 kandidat kepala daerah yang kalah dalam pertarungan perebutan kepala daerah 2015 silam.
Baca Juga
Menariknya, tidak sedikit dari responden diketahui memiliki harta yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan biaya kampanyenya.
Dari wawancara tersebut, mereka mengungkapkan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berkenan menjadi sponsor untuk membiayai kampanye.
Jika terpilih nanti, lanjutnya, dana dari sponsor wajib dikembalikan menggunakan dana APBD berupa pemberian proyek, atau pemberian izin pertambangan jika sponsornya dari pihak swasta, serta pemberian promosi jabatan kapala dinas bagi PNS yang diam-diam menyokong kandidat tersebut.
KPK, lanjutnya, masih akan terus melakukan riset serupa pada pilkada serentak 2017 serta 2018 untuk melihat pola-pola tersebut. Jika hasil dua riset tersebut tidak berubah, maka menurutnya, sistem pemilihan berkontribusi terhadap praktik korupsi politik yang dilakukan para aktor politik.
Kasus Eddy Rumpoko
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan kasus penyuapan terkait Wali Kota Batu Eddy Rumpoko diduga berkaitan erat dengan fee 10% untuk sang wali kota dari proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemerintah Kota Batu tahun anggaran 2017.
“Proyek itu dimenangkan oleh PT DP [Daibana Prima] dengan nilai proyek sebesar Rp5,26 miliar sebelum dipotong pajak,” ujarnya, Minggu (17/9/2017).
Laode menjelaskan, penangkapan terhadap para tersangka tersebut bermula ketika Fhilipus berjumpa dengan Edi Setyawan di sebuah restoran milik Fhilipus di Kota Batu, Sabtu (16/9/2017) siang.
Setelah itu, mereka bersama-sama menuju ke parkiran dan diduga kuat di lokasi itulah terjadi penyerahan uang sebesar Rp100 juta dari Fhilipus kepada Edi.
“Sekitar 30 menit kemudian, diduga FHL [Fhilipus Djap] bergerak menuju ke rumah dinas Wali Kota Batu untuk menyerahkan yang sebesar Rp200 juta dalam pecahan Rp50.000 yang dibungkus kertas koran dan dimasukkan ke dalam tas kertas. Saat penyerahan uang itu, tim KPK mengamankan keduanya beserta Y [Yunaedi] sopir Walikota Batu,” tambahnya.
Tim KPK lainnya, kata Laode, menguntit Edi Setyawan dan mengamankannya di tepi sebuah jalan di Kota Batu. Dari tangan sang abdi negara, petugas menyita uang Rp100 juta yang juga dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam tas kertas.
Secara terpisah, tim KPK juga mengamankan Zadim Efisiensi, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Batu, di kediamannya dan digelandang ke Kantor Pemkot Batu untuk menjalani pemeriksaan. Setelah ekspos dan gelar perkara, KPK kemudian menetapkan Eddy Rumpoko serta Edi Setyawan sebagai penerima suap dan Fhilipus Djap selaku pemberi.
“Sebagai pihak yang memberi, FHL disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dalam dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara pihak penerima, ERP dan EDS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11 UU yang sama, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tambahnya.