Bisnis.com, SURABAYA – Kabupaten Blitar akan memiliki pabrik gula konsumsi perdana pada 2019 yang akan dibangun oleh investor dalam negeri yaitu PT Rejoso Manis Indo.
Perusaahaan tersebut menggelontorkan Rp2 triliun untuk pembanguanan pabrik gula di lahan seluas 30 hektare dengan kapasitas 10.000 ton tebu per hari (tones of cane per day/TCD). PT Rejoso Manis Indo (RMI) pun telah membangun kerja sama pasokan tebu dengan lahan petani seluas 23.000 hektare.
Komisaris Utama PT RMI Albert Yusuf Tobugo menyampaikan nantinya produksi gula tersebut akan membantu pemerintah memperbaiki defisit kebutuhan gula nasional. Saat ini, setengah dari kebutuhan gula masih diimpor.
“Undang-undang No. 39/2014 tentang Perkebunan menyebut mendorong investasi di sektor gula konsumsi, makanya lima tahun lalu kami memutuskan masuk bisnis ini. Akhir pekan lalu, kami sudah launch pembangunan pabrik di Blitar,” katanya di Surabaya, Senin (11/9).
Albert menyampaikan operasional pabrik gula tersebut pada tahap awal (commissioning) ditargetkan pada 2019 mendatang. selain memproduksi gula konsumsi, perusahaan pun akan memproduksi produk sampingan tebu yaitu bioethanol.
Terkait keberadaan kebun, Albert menyebut perusahaan telah menjalin kerjasama dengan petani tebu di sekitar pabrik, dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang juga tinggal tidak jauh dari lokasi pabrik. Dengan menggaet petani sekitar, rendemen tebu diyakini akan lebih meningkat.
“Saat ini kami sudah bekerjasama dengan petani tebu dengan lahan 20.000 hektare, dan lahan yang dikelola LMDH sebesar 3.500 hektare. Kerjasama ini sudah kami rintis sejak tahun lalu,” terang Albert.
Menurutnya, proses pengadaan lahan sempat buntu karena meski menjajaki sejak lima tahun lalu, perusahaan hanya mampu mengumpulkan 5.000 hektare. Dalam setahun terakhir, regulasi Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memungkinkan perusahaan untuk menjalin kerjasama dengan petani.
Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi, Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menuturkan pemerintah telah mengeluarkan dua beleid khusus pada akhir tahun lalu, untuk mengakomodasi kebutuhan lahan para investor gula. Komoditas tebu menjadi prioritas, mengingat Indonesia mengimpor setengah kebutuhan gula nasional.
Dua regulasi tersebut yaitu Permentan 29/2016 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Permen-LHK No P.81/2016 tentang Kerjasama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan.
“Pada regulasi sebelumnya, pelaku usaha harus memiliki 20% dari total kebutuhan lahan sehingga sulit memenuhinya. Sekarang untuk lahan inti, sudah bisa dikerjasamakan. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong investasi industri gula,” jelas Syukur.