Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fahri Hamzah: OTT KPK Harus Diaudit

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan bahwa operasi tangkap tangan atau OTT yang selama ini dilakukan KPK harus diaudit karena dinilai melanggar Undang-undang.
Ilustrasi: Petugas memerlihatkan barang bukti uang yang diamankan dari operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/6)./Antara-Hafidz Mubarak A
Ilustrasi: Petugas memerlihatkan barang bukti uang yang diamankan dari operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/6)./Antara-Hafidz Mubarak A

Kabar24.com, JAKARTA--Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan bahwa operasi tangkap tangan atau OTT yang selama ini dilakukan KPK harus diaudit karena dinilai melanggar Undang-undang.

Usulan agar OTT KPK diaudit muncul setelah mantan hakim Syarifuddin Umar memenangkan praperadilan di tingkat Mahkamah Agung (MA).

Syarifuddin sebelumnya terjaring OTT dalam kasus dugaan suap sengketa tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Fahri, OTT yang dilakukan KPK melanggar UU ITE Pasal 31 ayat D soal penyadapan yang diatur melalui peraturan pemerintah (PP).

"Saya menganggap semua OTT itu ilegal. Karena Perppu dan UU tidak dibuat oleh pemerintah terkait penyadapan," kata Fahri di Gedung DPR, Selasa (22/8/2017).

Dengan demikian, Fahri mempertanyakan keabsahan aturan penyadapan KPK yang dimasukkan dalam aturan standar operasional prosedur (SOP) lembaga antirasuah tersebut.

"Nah sekarang pertanyaannya adalah apakah SOP ini boleh, kalau menurut MK tidak boleh karena aturan penyadapan harus selevel Undang-undang. Ini kan operasi bawah tanah semua, kayak misalnya kemaren panitera [PN Jaksel] ditangkap," ujarnya.

KPK sebelumnya telah menetapkan Syarifuddin sebagai tersangka penerima suap Rp250 juta lantaran menyetujui penjualan aset boedel pailit PT SCI, bernomor SHGB 7251 berupa sebidang tanah yang dilakukan secara nonboedel pailit oleh para kurator.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan hakim pengawas nonaktif PN Jakarta Pusat Syarifuddin terbukti bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Setelah terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemudian Syafruddin mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Sebab dia menganggap KPK semena-mena dalam proses penyitaan.

Majelis hakim PN Jaksel lalu memenangkan gugatan Syarifuddin. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.

Setelah melalui proses peradilan yang panjang, kasus ini sampai di tingkat kasasi, MA saat itu memutuskan memenangkan gugatan Syafruddin.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper