Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemberdayaan Pak Ogah masih Dalam Tahap Evaluasi

Dirlantas Polda Metro Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan bahwa rencana untuk memberdayakan Pak Ogah sebagaii Supeltas (Sukarelawan Pengatur Lalu lintas) masih merupakan sebuah konsep yang perlu dimatangkan dan dievaluasi dari berbagai sisi.
Ilustrasi
Ilustrasi

Kabar24.com, JAKARTA - Dirlantas Polda Metro Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan bahwa rencana untuk memberdayakan Pak Ogah sebagaii Supeltas (Sukarelawan Pengatur Lalu lintas) masih merupakan sebuah konsep yang perlu dimatangkan dan dievaluasi dari berbagai sisi.

Menurutnya, masih ada hal yang perlu dibahas terkait rencana pemberdayaan ini mulai dari teknis pelaksanaan, hingga regulasi yang akan diterapkan bagi para relawan jika rencana ini terealisasi kelak. Pihaknya pun masih mempertimbangkan skema yang akan diterapkan.

Adapun langkah awal yang dilakukan saat ini adalah mendata setiap lokasi yang rawan kemacetan dan masalah lalu lintas lain serta masyarakat yang biasanya ikut turun tangan mengatasi kemacetan.

“Ia [peraturannya masih akan digodok] kita kan proses ini. Sementara, satu bulan ini kita lakukan pendataan siapa orangnya , lokasi di mana,” katanya, Kamis (27/7/2017).

Sebelumnya, Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan keberadaan Pak Ogah sebetulnya melanggar aturan yakni Pasal 7 Ayat (1) Perda Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum.

Adapun isi Pasal 7 Ayat (1) Perda Nomor 8/2007 tentang Ketertiban Umum berbunyi:

“Setiap orang atau kelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarag melakukan pengaturan lalu lintas paada persimpangan jalan, tikungan, atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa.”

Namun, menurut Halim, kontribusi masyarakat dalam pengaturan lalu lintas diizinkan sesuai dengan Undang-Undang No.22/2009 pasal 256 dan 257. Adapun isi Undang Undang tersebut adalah

Pasal 256 ayat (1): Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Pasal 256 Ayat (2) a : Peran serta masyarakat sebagai mana dimaksud pada ayat (1) berupa pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Sementara itu dalam pasal 257b disebut bahwa peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 256 dapat dilakukan secara perseoraangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.

Menurut Halim, rencana ini tidak menyalahi peraturan yang terkandung dalam UndangUndang Nomor 22/2009 sebab, pihaknya tidak akan melakukan perekrutan melainkan mendata masyarakat yang memang saat ini sudah turun ke jalan dan 'membantu' memperlancar lalu lintas. Dengan demikian, yang bisa mengikuti program ini kelak hanyalah yang benar-benar terdaftaar sebagai Pak Ogah dan tidak ada perekrutan di luar itu.

“Kalau kita lihat kan ada undang-undang ada pasal 256. Coba lihat, bahwa masyarakat bisa berpartisipasi punya kewajiban, hak dan siapa saja itu ada di pasal 257 Undang-Undang 22/2009 dia perorangan, organisasi, badan hukum ada... Ya kalau dia [Supeltas] melawan undang-undang dia meminta uang dengan pakss, itu juga melanggar ketertiban umum,” katanya.

Namun, bagaimanapun, paradigma mengenai Pak Ogah yang berkembang di masyarakat terkait seringnya mereka melakukan pungutaan liar juga menjadi persoalan. Menurut Halim, untuk menghindari kejadian pihaknya akan memberi pembinaan bagi para Pak Ogah yang terdata dan kelak akan diterjunkan. Selain pembinaan terkait pengetahuan lalu lintas, juga akan ada pembinaan sikap.

Mereka juga dilarang untuk menarik pungutan paksaan kepada pengguna jalan. Bila ketahuan, masyarakat yang merasa dipersulit oleh par Pak Ogah bisa melaporkan ke pihak berwajib agar oknum yang melakukan pelanggaran bisa dievaluasi.

"Pengawasannya oleh seluruh masyarakat kan kita pakaikan baju kaos dengan rompi, kalau dia melanggar, laporkan, kan sudah pengawasan masyarakat,” katanya.

GAJI

Pendapatan para Supeltas dalam konsep program ini juga menjadi perhatian. Menurut Halim, jika program ini terealisasi kelak pihaknya memiliki dua skema.

Pertama, membayar para Supeltas dengan dana CSR dari perusahaan. Untuk itu, saat ini pihaknya masih sedang berkomunikasi dengan perusahaan yang ada di Jakarta terkait hal ini. Kedua tak ada bayaran sama sekali. Untuk kondisi ini para Supeltas diizinkan menerima uang dari pengguna jasa dengan catatan tidak ada paksaan. Adapun pelanggaran ketentuan akan berujung sanksi bagi para Supeltas.

Namun demikian, diapun tidak keberatan jika kelak usulan ini tidak terealisasi atau berubah konsepnya. Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi mengatakan akan lebih baik jika para Supeltas kelak bergabung dengan Petugas Pemelihara Sarana dan Prasarana Umum (PPSU). Dengan demikian para Supeltas bisa mendapat upah sesuai ketentuan upah minimum provinsi, asuransi kesehatan melalui BPJS, dan KJS.

“ Lebih bagus lagi karena itu ada anggarannya dari Pemda, kalau pemda kan sudah memberikan honor harian kepada PPSU. Jadi, [Tugas Polisi] cuma mengkoordinir. Ia, bisa, lebih baguskan. Sekarang karena dia Pak Ogah tidak ada yang mengkoordinir, kita memberdayakan,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper