Bisnis.com, JAKARTA— Pertumbuhan aktivitas manufaktur Jepang terekam melambat dalam dua bulan berturut-turut pada Juli. Hal itu disebabkan oleh permintaan ekspor yang mengalami stagnasi.
Dalam laporan sementara Indeks Pembelian Manajer Manufaktur (PMI) Markit / Nikkei Jepang tercatat turun menjadi 52,2 pada Juli berdasarkan penyesuaian musiman dari 52,4 pada Juni. Pembacaan tersebut adalah level terendah delapan bulan, namun tetap berada di atas ambang batas 50 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi selama 11 bulan berturut-turut.
"Perlambatan ini didorong oleh stagnasi pesanan ekspor, di tengah laporan permintaan yang lebih lemah dari pasar Asia Tenggara," kata Paul Smith, ekonom senior IHS Markit, seperi dikutip dari Reuters, Senin (24/7)
Meskipun demikian Smith menambahkan, sektor manufaktur terus menunjukkan tanda-tanda penambahan permintaan lapangan kerja baru. Penambahan lapangan kerja tahun ini menjadi yang terbaik sejak krisis keuangan.
Adapun, Markit/Nikkei Jepang melaporkan indeks sementara untuk pesanan ekspor baru turun menjadi 50,0 dari 53,4 pada Juni. Selain itu, output dilaporkan turun menjadi 51,4 dari 52,2 pada Juni.
Sementara itu indeks ketenagakerjaan naik menjadi 53,4 pada bulan ini dari 53,2 pada bulan sebelumnya. Indeks yang mengukur ekspektasi untuk aktivitas produksi masa depan juga naik ke level 63,0. Posisi itu menjadi yang tertinggi sejak Markit mulai mengumpulkan data ini hampir lima tahun yang lalu.
Sebelumnya, Bank Sentral Jepang (BOJ) dan Pemerintah Jepang tercatat telah merevisi naik proyeksi terhadap perekonomian mereka baru-baru ini karena didorong oleh ekspor yang meningkat, perubahan dalam belanja konsumen dan kenaikan belanja modal.
Dalam proyeksi terbarunya, BOJ memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Jepang pada 2017 akan tumbuh 1,8%. Level tersebut naik dari perkiraan sebelumnya yang hanya 1,6%. Revisi naik juga berlaku pada laju PDB 2018. BOJ memperkirakan ekonomi Negeri Sakura akan tumbuh 1,4% atau naik dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 1,3%