Kabar24.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri mengharapkan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu bisa selesai Mei ini, mengingat tahapan pemilu 2019 dimulai bulan depan.
Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa persoalan terpenting untuk segera diputuskan adalah pembahasan menyangkut sistem terbuka atau tertutup.
"Mudah-mudahan Mei selesai karena Juni sudah mulai tahapan. Soal masih isu krusial mau diputuskan di Pansus, musyawarah atau voting paripurna silahkan," ujarnya di Istana Wakil Presiden pada Kamis (4/5/2017).
Selain itu, ketentuan presidential threshold (PT) juga masih dipersoalkan. Pemerintah tetap mengajukan opsi pelaksanaan pemilu terbatas tertutup dan peningkatan Parliamentary Threshold setiap tahunnya.
Adapun, Tjahjo menegaskan tidak setuju perihal penghilangan PT. Pasalnya, penghilangan syarat PT untuk mengajukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dinilai tidak adil.
"Dari kacamata pemerintah kan tidak fair. Ujian parpol punya legitimasi itu pilihan masyarakat, harus ada pemilu," jelasnya.
Pemerintah tetap mengajukan PT 20-25% sebagai syarat pengajuan capres dan cawapres. Lebih lanjut, pemerintah kata Tjahjo juga menolak usulan pembebanan uang saksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ada juga permintaan uang saksi dianggarkan lewat APBN. Saya hitung satu putaran bisa Rp10 triliun hingga Rp15 triliun. Kalau dua kali per TPS (tempat pemungutan suara), per saksi Rp 300.000, itu kan tidak mungkin," ujarnya.
Sebelumnya, DPR memutuskan perpanjangan pembahasan revisi UU tentang Penyelenggara Pemilu sampai masa reses berikutnya.
Dengan molornya pembahasan, waktu yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang seharusnya dapat mempersiapkan pemilu hingga 20 bulan sebelumnya kini lebih singkat menjadi 18 bulan sebelumnya.