Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta agar masalah kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap aturan, yang memunculkan temuan berdampak finansial senilai Rp12,59 triliun, segera dirampungkan.
Permintaan itu disampaikan Presiden setelah bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis di Istana Merdeka, Senin pagi (17/4/2017).
Harry Azhar menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2016 yang berisi temuan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan yang terjadi di pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan badan lain.
Dalam IHPS II Tahun 2016, BPK mengungkapkan 5.810 temuan yang memuat 7.594 permasalahan, meliputi 1.393 kelemahan SPI (18%) dan 6.201 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan (82%) senilai total Rp19,48 triliun.
Dari permasalahan ketidakpatuhan itu, sebanyak 1.968 (32%) merupakan masalah yang berdampak finansial senilai Rp12,59 triliun. Rinciannya, kerugian negara sebanyak 1.205 (61%) permasalahan senilai Rp1,37 triliun, potensi kerugian negara sebanyak 329 (17%) permasalahan senilai Rp6,55 triliun, dan kekurangan penerimaan sebanyak 434 (22%) permasalahan senilai Rp4,66 triliun.
"Bapak Presiden segera menindaklanjuti temuan-temuan BPK. Beliau menginginkan pemerintahan transparan dan kredibel. Kalau ada masalah segera diselesaikan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Senin (17/4/2017).
Menurutnya, setelah menerima IHPS II Tahun 2016 dari BPK, Presiden segera menugaskan menteri koordinator untuk menindaklanjuti dan merampungkan temuan itu.
Menurut Pramono, Presiden Joko Widodo mengapresiasi positif peningkatan jumlah opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2015 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
BPK melaporkan kualitas LKPD, yang ditunjukkan dengan penaikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), meningkat menjadi 58% pada 2015, naik 11 poin dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 47%.
Selain itu, terjadi penaikan opini, dari opini tidak wajar (TW) atau opini tidak menyatakan pendapat (TMP) menjadi opini wajar dengan pengecualian (WDP) sebanyak 17 LKPD. Sementara itu, terdapat 34 LKPD dari total 542 LKPD yang mengalami penurunan opini.
"Harapannya dari waktu ke waktu, misal WTP untuk pemerintahan daerah, tahun lalu 47%, sekarang sudah naik menjadi 58%. Itu pun presiden berharap ditingkatkan, termasuk kementerian lembaga. Transparansi itu menjadi kata kunci dari pemerintahan ini," tutur Pramono.
Usai bertemu Presiden Joko Widodo, Ketua BPK Harry Azhar mengatakan pihaknya sudah meminta Presiden untuk meindaklanjuti rekomendasi temuan.
"[Tanggapan Presiden] Akan ditindaklanjuti," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (17/4/2017).