Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GP ANSOR: Secara Konstitusi Non-Muslim Sah Jadi Kepala Daerah

Dalam konteks bernegara, warga non-Muslim sah saja jika memenangkan konstestasi politik dan terpilih sebagai kepala daerah.
Ilustrasi: Petugas KPPS menggunakan pakaian adat Jawa dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 04 Gambir, Jakarta (15/2). Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pemilihan umum kepala daerah secara serentak di 101 daerah pemilihan. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Ilustrasi: Petugas KPPS menggunakan pakaian adat Jawa dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 04 Gambir, Jakarta (15/2). Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pemilihan umum kepala daerah secara serentak di 101 daerah pemilihan. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam konteks bernegara, warga non-Muslim sah saja jika memenangkan konstestasi politik dan terpilih sebagai kepala daerah. Di sisi lain, sebagai warga negara yang beragama, dalam ranah pribadi seseorang boleh memilih atau tidak memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan.

Demikian disampaikan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor terkait kondisi terkini di Tanah Air.

Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, diterima Minggu (12/3/2017), disebutkan sehubungan dengan tren kehidupan keagamaan di Indonesia yang menunjukkan gejala semakin intoleran dan menafikan kelompok lain, GP Ansor merasa perlu membahas tema kepemimpinan non-Muslim di Indonesia dalam Halaqah Bahtsul Masail yang diselenggarakan secara rutin.

"Pilihan tema kali ini semata-mata karena kami meyakini bahwa Islam dan Indonesia itu suatu hal yang tidak bisa dipertentangkan dengan dalih apa pun, termasuk kepentingan politik. Tema kali ini juga sebagai respons atas kegelisahan Gerakan Pemuda Ansor ketika melihat Islam dipolitisasi sedemikian berlebihan dan menghakimi pihak yang berbeda preferensi politiknya sebagai bukan Islam."

GP Ansor juga merekam adanya kegelisahan dan kekhawatiran setelah melihat potret kontestasi politik di Jakarta yang tidak terkontrol dan cenderung ganas, dan bukan tidak mungkin dapat menyebar di daerah lain.

"Kecenderungan intoleransi sesama umat Islam semakin kasat mata dan tergambar dengan adanya spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima pengurusan jenazah Muslim bagi pemilih dan pendukung calon pemimpin non-Muslim," ujar GP Ansor.

Berdasar kondisi tersebut, pihak GP Ansor menyatakan beberapa hal berikut:

  • Mengenai prinsip berbangsa dan bernegara, kami memandang bahwa dengan diterimanya NKRI, UUD 1945 dan Pancasila sebagai sebuah kesepakatan para pendiri bangsa, yang salah satunya adalah tokoh NU KH. Wahid Hasyim, maka sebagai warga NU, kami menerima sistem bernegara dan berbangsa dalam bingkai NKRI. Dan karena itu, produk turunan dari konsititusi itu sah dan mengikat bagi warga NU dan tentunya warga Indonesia pada umumnya.
  • Tentang terpilihnya non-Muslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah. Dengan demikian keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama.
  • Sebagai warga negara yang beragama (dalam ranah pribadi) boleh memilih atau tidak memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan. Karena kami melihat, hal ini sebagai persoalan yang masih dalam tataran khilafiyah (debatable), sehingga masing-masing pandangan yang menyatakan wajib memilih Muslim maupun boleh memilih non-Muslim sebagai kepala pemerintahan memiliki landasan dalam hukum Islam.
  • Karena itu, Halaqah Bahtsul Masail Kiai Muda GP Ansor mengimbau kepada umat Islam di Indonesia untuk meredakan ketegangan pada setiap kontestasi politik, karena hal tersebut dapat berpotensi memecah belah umat Islam dan NKRI. Dengan demikian, siapa pun yang setuju atau tidak setuju, memiliki landasan hukum agama (fiqh) yang dapat dibenarkan. Namun dalam hal khilafiyah (debatable) hendaknya masing-masing tetap memegang teguh etika amar makruf dan tata krama perbedaan pendapat.
  • Menyikapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini di mana muncul pandangan sebagian kelompok untuk tidak mensholatkan jenazah lawan politik, GP Ansor berpendapat bahwa ini merupakan cerminan sikap yang tidak Islami juga tidak Indonesianis. Bagi GP Ansor, setiap jenazah Muslim tetap wajib disholatkan. Untuk itu jika tindakan seperti ini terus berlanjut, GP Ansor menyediakan diri untuk mensholatkan jenazah tersebut, termasuk mentahlilkan selama 40 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper