Kabar24.com, SEMARANG—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sosialisasi agar pemerintah daerah menghindari kejahatan jual beli jabatan di Purbalingga.
"Modus jual beli jabatan yang dilakukan kepala daerah ada tiga cara. Pertama dengan sistem ijon, kemudian dengan model terang-terangan seperti buka warung dan memasang tarifnya, dan modus ketiga dengan kesepakatan antara kepala daerah dan yang meminta jabatan," kata Wakil Ketua KPK Basariah Panjaitan, saat memberikan pengarahan pada sosialisasi dan implementasi tindak pidana korupsi di Pendopo Dipokusumo, Purbalingga, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng, Rabu (22/2).
Sosialisasi itu diikuti para kepala daerah di wilayah Barlingmascakeb, pejabat di jajaran Pemkab Purbalingga, para kepala desa, dan para kepala sekolah.
Sosialisasi itu juga dihadiri Bupati Tasdi, dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan daerah. Dalam kegiatan itu juga ditandatangani pakta integritas dari beberapa kepala daerah dengan pihak KPK.
Menurut Basariah, modus jual beli jabatan dengan sistem ijon dilakukan oleh seseorang sejak awal, misalnya sejak pemilihan kepala daerah, dan kemudian orang tersebut baru menduduki jabatan itu setelah kepala daerah yang didukung terpilih.
Basariah menyebut, modus kedua mirip warung. Ini terang-terangan, kalau di warung ada tarif tertentu, seperti misalnya mie instan dibanderol harga sekian, seperti halnya untuk jabatan tertentu, kepala dinas A sekian rupiah, kepala dinas B sekian rupiah.
"Modus terang-terangan seperti buka warung ini seperti yang diungkap di Klaten," katanya.
Sedang modus ketiga, lanjut Basariah, adalah modus kesepakatan. Misalnya, kepala daerah setelah melantik seseorang pejabat dan pejabat itu harus menyetorkan sejumlah uang dari hasil jabatannya.
Fenomena jual beli jabatan, ujarnya, sebenarnya bukan hal baru, namun fenomena ini muncul ke permukaan belakangan ini. Oleh karena itu KPK akan terus intensif mengungkap persoalan jual beli jabatan di daerah tersebut.
Basariah juga mengingatkan kepada para pejabat dan kepala daerah untuk tidak main-main dengan amanah jabatannya saat ini. Dia menambahkan KPK tidak akan segan-segan mengungkapnya.
Dia pun menyebut pihaknya tengah mengawasi para kepala daerah yang berlatarbelakang dinasti. Basariah mengutip catatan Indonesia Corruption Watch (ICW)) yang mengungkap saat ini ada 58 dinasti politik.
"KPK terus memantau kepala daerah yang mulai membentuk dinasti. Biasanya dalam dinasti politik itu akan terjadi konflik kepentingan. Dinasti itu akan meneruskan kepentingan keluarganya dengan cara meraih jabatan kepala ndaerah kembali," ujarnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Direktur Gratifikasi KPK Sugiharto mengungkapkan, saat ini sudah ada 50 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terjerat kasus dengan KPK dan sudah incraht penetapan status hukumnya.
Sugiharto berharap agar tidak ada kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan akibat kasus gratifikasi, pemarasan dan suap.
"Daripada terkena OTT, lebih baik kita TOT (Training of Trainer) dulu soal gratifikasi. Kita harus paham dan tahu soal gratifikasi, pemerasan dan suap, dan para pejabat harus menghindarinya agar tidak terkena OTT oleh KPK," tutur dia.