Kabar24.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai tidak mudah untuk melakukan sertifikasi khatib atau penceramah salat Jumat karena masjid di Indonesia dibangun oleh masyarakat, bukan oleh pemerintah.
"Masjid di Indonesia dibangun dan diatur oleh masyarakat. Dakwah di Indonesia itu dakwah komunitas, sehingga tidak mudah untuk mengatur itu," kata Wapres di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Hal itu disampaikan Wapres terkait wacana sertifikasi khatib yang diusulkan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Wapres yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatakan, di dunia ini hanya tiga negara yang masjidnya dibangun oleh masyarakat yaitu Indonesia, India dan Pakistan.
Selebihnya masjid-masjid dibangun oleh pemerintah seperti Malaysia, negara-negara Timur Tengah hingga Turki.
"Kalau di Malaysia justru khutbah itu tersentralisasi karena imam merupakan pegawai pemerintah," katanya.
Di samping itu, jumlah masjid di Indonesia juga mencapai sekitar satu juta dengan jumlah mubalig seperti khatib termasuk imam sekitar lima juta orang.
"Memang tidak mudah, tapi yang penting harus tahu keahliannya," katanya seraya menambahkan saat ini salah satu program DMI adalah membuat aplikasi Masjidku untuk mengklasifikasi keahlian para khatib dalam bidang masing-masing misalnya di bidang tafsir, fiqih dan lain-lain, sehingga masyarakat bisa memilih sendiri khatib sesuai keahliannya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan wacana mengenai sertifikasi khatib atau penceramah shalat Jumat merupakan aspirasi dari masyarakat.
Dia mengatakan, pemerintah sebagai fasilitator akan memberikan wewenang standarisasi khatib kepada para ulama yang ada di organisasi kemasyarakatan Islam.
Lukman mengatakan, pemerintah tidak bertindak sendirian untuk menetapkan sertifikasi khatib. Untuk aspirasi permintaan sertifikasi juga merupakan arus besar dari kalangan masyarakat yang diwakili ormas Islam.
Menurut Lukman, ada kecenderungan beberapa masjid menyampaikan khutbah yang justru memicu perpecahan umat Islam karena isi ceramah yang kontradiktif dengan nilai ke-Islaman itu sendiri.