Kabar24.com, JAKARTA - George Soros, investor yang juga sekaligus taipan Amerika Serikat, memprediksi presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump bakal jatuh karena kebijakannya yang kontroversial.
"Saya pribadi yakin dia akan jatuh. Bukan karena saya menginginkan dia jatuh. Tetapi, karena gagasan-gagasannya kontradiktif. Dan kontradiksi ini telah benar-benar terwujud dalam bentuk para penasihatnya dan kabinetnya,” kata Soros dalam makan malam bersama media pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, seperti dikutip Reuters, Jumat (20/1/2017).
Prediksi Soros diungkapkan, karena kekhawatirannya pasar global akan goyah, karena ketidakmenentuan yang muncul dari kebijakan-kebijakan taipan properti asal New York yang akan menjadi presiden AS ke-45 itu.
"Saat ini ketidakmenentuan sudah berada pada puncaknya," kata Soros.
"Saya tak menganggap pasar akan baik-baik saja."
Harga saham di Amerika Serikat melonjak setelah Trump memenangi Pemilu 8 November silam. Trump akan mengucap sumpah jabatan Jumat waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB nanti.
"Pasar melihat Trump tengah bongkar pasang aturan-aturan dan memangkas pajak, dan itu semua memang impian. Impian itu telah terwujud," kata Soros.
Tetapi, Trump juga menyerukan pajak perbatasan (impor) dan menarik diri dari kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans Pasifik yang digagas para pendahulunya yang merupakan di antara kebijakan politik lainnya dari dia yang tidak ada juntrungannya dengan pertumbuhan ekonomi AS, kata Soros.
"Mustahil memprediksi bagaimana yang sebenarnya Trump akan melangkah," kata dia seperti dikutip Reuters.
Soros yang mendirikan Soros Fund Management LLC, dan kini memimpin perusahaan yang berbasis di New York itu, adalah penyumbang besar untuk kelompok penggalangan dana Super PAC yang mendukung calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton, selain menyumbang kelompok-kelompok lain pendukung Demokrat.
Soros terkenal menarik untung besar pada 1992, ketika dia berspekulasi bahwa poundsterling Inggris akan jatuh jauh di bawah level normalnya saat itu dan harus menarik diri dari Mekanisme Tingkat Mata Uang Eropa.