Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua Umum Golkar Setya Novanto (kanan) berbincang dengan Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie (kiri), seusai pertemuan di Jakarta, Senin (28/11)./Antara-Rosa Panggabean
Ketua Umum Golkar Setya Novanto (kanan) berbincang dengan Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie (kiri), seusai pertemuan di Jakarta, Senin (28/11)./Antara-Rosa Panggabean

Kabar24.com, JAKARTA—Terlepas dari persoalan etika, solidnya dukungan kader partai terhadap Ketua Umum Golkar Setya Novanto menjadikannya kembali sebagai Ketua DPR dinilai sebagai keuntungan politik pada pemilu mendatang.

Menurut Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesis (LIPI) Siti Zuhro, langkah Golkar memperkuat dukungan kepada pemerintah harus dibaca dari kacamata lain.

Dia menilai Partai Golkar berharap Novanto bisa mengawal program Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar sukses atau mulus hingga 2019.

“Memang ada persoalan etika dalam pergantian ketua DPR Partai Golkar yang sangat solid mendukung Setya Novanto kembali menduduki jabatan yang pernah ditinggalkannya yakni Ketua DPR."

Akan tetapi, dia menyatakan dengan Novanto kembali menjadi ketua DPR dan sekaligus ketua partai, maka itu dinilai sebagai langkah memperkuat dukungan kepada pemerintah selain bisa bisa mengawal program Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar sukses atau mulus hingga 2019, ujarnya.

"Karena siapapun presiden di Indonesia harus mendapat dukungan kuat dan luas dari siapapun untuk pemilu mendatang. Istana sangat yakin Setya Novanto bisa diharapkan untuk memuluskan langkah tersebut," ujarnya.

Profesor riset itu lebih jauh mengatakan, terlepas dari pro kontra posisi Novanto saat ini, Partai Golkar sangat jeli membaca perkembangan politik terkini, walau banyak pihak menilai keputusan itu tidak beretika.

"Etika tidak dipertimbangkan secara saksama dalam riil politik, tetapi siapa melakukan apa, tentu akan mendapatkan apa," katanya.
Dalam konteks dukungan penuh Partai Golkar terhadap pemerintahan saat ini, bukan tidak mungkin Setya Novanto akan disiapkan menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Jokowi.

Memang selaa ini banyak pihak mengeritik keputusan Partai Golkar menunjuk kembali Novanto menjadi ketua DPR. Salah satu yang keras mengeritik adalah Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi).

Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan, sejak rezim Orde Baru hingga masa reformasi, sejarah pergantian pucuk pimpinan DPR terjadi dua kali, hanya ada di periode DPR tahun 2004-2019.

Akan tetapi Juru Bicara Partai Golkar, Nurul Arifin mengklarifikasi dengan mengatakan bahwa apa yang dikritisi Formappi sudah melalui prosedur dan aturan yang berlaku.

"Justru kita harus melihat ini sebagai sebuah catatan sejarah, agar tidak semena-mena dalam menggunakan kekuasaan," ujarnya.

Nurul menjelaskan, Novanto korban dari kasus penyadapan ilegal yang jelas-jelas menyalahi undang-undang. Karena hanya aparat hukumlah yang dapat melakukan penyadpan.

"Dari perspektif saya pribadi, Pak Novanto mendapatkan haknya kembali dengan cara- cara yang sangat demokratis dan elegan. Ini pelajaran baik buat kita semua agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper