Kabar24.com, KUTA--Bali Spa & Wellness Association (BSWA) terus mengupayakan agar semua usaha spa di Bali legal dan terjaga kualitasnya melalui sertifikasi kompetensi, tanda daftar usaha pariwisata (TDUP), dan surat terdaftar pijat tradisional (STPT).
Alexandra Sutopo, Ketua BSWA, mengatakan berdasarkan pantauan BSWA masih banyak terapis spa di Bali yang belum memiliki STPT. Dari 150 anggota BSWA, baru sekitar 10 usaha saja yang terapisnya mengantongi STPT, sehingga pihaknya akan terus mensosialisasikan program ini kepada pengusaha maupun terapis spa.
“Hingga saat ini sudah ada sekitar 50% - 60% perusahaan yang mengirimkan terapisnya untuk melakukan uji kompetensi sebagai langkah awal agar nantinya terapis ini melanjutkan ke sertifikasi STPT. Saat ini jumlah terapis yang telah meminta rekomendasi untuk STPT ke kami masih kecil jumlahnya, masih kurang dari 30 terapis,” paparnya di Kuta, Jumat (9/12/2016).
Dia menuturkan, pembenahan di dalam sebuah usaha spa seperti mengurus izin produk khususnya BPOM, kemudian syarat-syarat mendapatkan TDUP menjadi kendala yang mengakibatkan minimnya terapis yang mengurus STPT. Selain itu, pemahaman pimpinan usaha juga masih kurang akan pentingnya STPT ini.
“Aturan ini sudah berlaku sejak 2 tahun lalu, hanya saja 2016 ini digalakkan lagi bahwa untuk sebuah usaha spa mendapatkan izin usaha, maka terapisnya pun harus memiliki sertifikat kompetensi yang diserahkan kepada spa manager atau atasannya. Kemudian spa manager atau atasannya ini membantu terapisnya untuk mendapatkan STPT dengan meminta kepada asosiasi untuk mengeluarkan surat rekomendasinya,” paparnya.
Kemudian, lanjutnya, surat rekomendasi tersebut yang nantinya dibawa ke Dinas Kesehatan untuk dilakukan pengecekan kesehatan kepada terapis karena pekerjaan mereka bersentuhan langsung dengan pelanggan agar tidak ada penyakit menular dan lain sebagainya.
“Surat ini juga disertakan dengan surat rekomendasi dari asosiasi setempat, dan sertifikat kompetensi sehingga Dinas Kesehatan bisa mengeluarkan STPT bagi terapis. Setelah STPT ini didapatkan dan diserahkan kepada spa manager dan dikumpulkan, baru dari surat ini dipakai landasan menentukan spa itu termasuk dalam kategori apa apakah Tirta 1,2, atau 3,” jelasnya.
Dia menuturkan, pihaknya tidak bisa mengintervensi, hanya mengayomi dan melakukan sosialisasi saja terkait dengan hal tersebut.
“Kami datang ke setiap kabupaten/kota secara parsial sehingga bisa langsung tanya jawab dan membuat simulasi bagaimana mengisi form, kemudian menilai terapis dan ini memang perlu waktu,” imbuhnya.