Kabar24.com, JAKARTA – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengingatkan kepolisian cermat dalam menggunakan pasal makar di KUHP.
Menurutnya, apabila tidak memenuhi unsur makar, tuduhan tersebut tidak dapat terpenuhi. Miko menjelaskan makar berasal dari bahasa Belanda, yakni anslaag. Kata itu memiliki makna serangan yang berat.
“Karena itu, unsur utama dari tududah makar adalah apakah ada serangan yang berat,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (5/11/2016).
Seperti diketahui, beberapa jam sebelum aksi 212, kepolisian menangkap 11 orang pada pukul 03.00-06.00 WIB. Mereka ditangkap di tempat-tempat yang berbeda.
Kepolisian menduga mereka memiliki niat untuk merusak aksi damai dengan berupaya mengajak massa mendesak DPR/MPR mengadakan sidang istimewa menggulingkan pemerintahan yang sah.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama 24 jam, tujuh orang di antaranya dikenakan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP. Adapun pasal itu mengatur pemufakatan jahat untuk melakukan makar.
Menurut Miko, pemufakatan makar harus memenuhi dua unsur yaitu niat dan perbuatan permulaan. Selanjutnya, Miko meminta kepolisian dapat membuktikan ke publik bahwa penangkapan atas dugaan makar itu tidak dilakukan sembarangan. “Setidaknya mengurai perihal garis besar tuduhan makar sampai diterapkan,” ujarnya.