Kabar24.com, JAKARTA - Penasihat hukum Dahlan Iskan, Pieter Talaway, mengatakan pihaknya akan mengajukan langkah hukum terkait dengan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam perkara korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU).
Salah satunya dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap ketetapan dari Kejati Jawa Timur itu. “Kami akan mengajukan langkah hukum, termasuk praperadilan,” ujar Pieter saat dihubungi pada Kamis (27/10/2016).
Dia mengatakan penetapan tersebut sangat jauh dari keadilan. Pasalnya , dalam pemeriksaan kliennya tersebut tidak didampingi oleh penasihat hukum. Selain itu, dia melihat kejaksaan seolah tak menyediakan ruang, karena setelah ditetapkan sebagai tersangka Dahlan langsung ditahan.
“Itu yang menurut saya tidak adil, dia diperiksa sebagai saksi, karena saksi kami belum bisa mendampingi, kini dia langsung ditahan. Itulah dasar kami untuk mengajukan gugatan praperadilan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, sampai saat ini belum ada bukti yang kuat untuk menjerat kliennya sebagai tersangka. Dia mengakui ada keterkaitan antara penjualan aset itu dengan Dahlan. Hanya saja, keterkaitannya sebatas dia sebagai Direktur Utama PT PWU yang waktu itu sedang menjual aset-asetnya.
Penjualan aset, kata Pieter, bukan sesuatu yang melanggar hukum, karena saat Dahlan menjabat Dirut seluruh prosedur telah dilakukan dan tidak ada pelanggaran sekecil apa pun. “Kalau pun ada itu bukan di jajaran direksi, itu ada di tingkat bawahan.”
Dia justru menduga ada pihak yang sengaja menghembus-hembuskan perkara itu supaya kliennya dijerat hukum. Dugaan muncul, sebab penjualan lahan sudah dilakukan sejak lama, namun pengungkapan perkaranya baru saja dilakukan.
Penetapan Dahlan tersebut menambah jumlah tersangka dalam kasus tersebut, sebelum Dahlan penyidik Adhyaksa telah menahan bekas Ketua DPRD Surabaya yakni Wisnu Whardana. Wisnu dianggap bertanggung jawab terhadap pelepasan aset tersebut, dia kini meringkuk di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya.
Kasus dugaan korupsi tersebut pertama kali mencuat pada tahun 2015 lalu. Saat itu, penyidik kejaksaan mencium soal ketidakberesan penjualan aset dan perusahaan milik negara tersebut. Akibat ketidakberesan tersebut, mereka menduga ada kerugian negara milaran rupiah. Juli lalu, Kejati Jatim memulai kasus itu dengan mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik).