Bisnis.com, JAKARTA—Negara anggota Deklarasi Pemerintah Terbuka diminta meningkatkan jaringan dan inovasi untuk mendorong efektivitas kebijakan reformasi.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidato Perayaan ke-5 tahun Open Goverment Partnership (OGP) sebagai salah satu rangkaian Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Selasa(20/9/2016) waktu setempat.
“Dari internal, kami meminta negara anggota OGP untuk meningkatkan jaringan dan alat guna mendorong efektivitas kebijakan reformasi. Inovasi adalah kuncinya,”ujarnya seperti dikutip dari teks pidato di laman resmi Sekretariat Wakil Presiden, Rabu(21/9/2016).
Selain itu, negara anggota juga perlu memperbarui strategi komunikasi secara inklusif untuk lebih mempromosikan best practices OGP.
Strategi terakhir, mengutamakan dan menggabungkan komitmen Agenda 2030 dalam kinerja OGP, sehingga OGP bisa memberi pedoman yang berguna, terkini, dan global secara berkelanjutan.
Indonesia saat ini adalah anggota Komite Pengarah OGP pada periode 2015-2018. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi aktif dalam mempromosikan prinsip-prinsip OGP di wilayah regional, bahkan menjadi ambasador OGP di Asia Pasifik.
“Setiap orang kami undang bergabung dalam gerakan OGP dan menunjukkan bukti adanya keuntungan berupa transparansi dan keterbukaan yang menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan bagi rakyat,”paparnya.
Indonesia meyakini bahwa transparansi, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan. Pada kenyataannya, pemerintah juga berlatih prinsip-prinsip tersebut.
Wapres Kalla mengungkapkan, pemerintah Indonesia secara aktif melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan dan pelaksanaannya. Visinya, tentu untuk menghasilkan kerja yang lebih cepat, terbuka, serta menghasilkan pelayanan birokrasi mumpuni yang dapat beradaptasi cepat terhadap perubahan, tetapi juga tetap akuntabel.
“Dalam proses ini, visi tersebut membutuhkan tindakan melampaui level nasional,”tegasnya.
Seluruh pihak, sambungnya, harus memperkuat kolaborasi antara tingkat subnasional, kementerian terkait, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Keterlibatan aktif sangat penting, di mulai dari meningkatkan kesadaran, mengumpulkan informasi, hingga membuat program yang ramah
Hasilnya, dia mengaku masyarakat sipil di Indonesia kini memiliki kesadaran lebih terhadap transparansi dan pelayanan publik. Ada rasa kepemilikan dalam proses pembangunan pada umumnya, rasa untuk berpartisipasi dan bekerja dengan sesama warga dan pemerintah.
Menurut dia, pemerintah membuka pintu agar memungkinkan semua orang bisa menjadi mitra pembangunan, untuk tumbuh dan menangkap peluang bersama.
OGP didirikan dengan hanya delapan anggota pada 2011, kemudian dengan cepat berkembang lebih besar. Ketika Indonesia bersama Meksiko mengetuai Agenda Tingkat Tinggi OGP dua tahun lalu, tepatnya pada 2014, OGP memiliki 65 negara anggota dan sekitar 200 organisasi masyarakat sipil.
Saat ini, OGP telah berkembang lebih jauh dan mencapai 70 negara anggota. Hal itu mencerminkan pengakuan tegas atas visi OGP di hadapan dunia internasional.