Kabar24.com, JAKARTA – Pemerintah tengah mendesain insentif bagi industri yang melakukan pendidikan vokasi maupun menyerap tenaga kerja hasil pendidikan tersebut sehingga bisa menekan jumlah angkatan kerja yang menganggur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan dalam rapat kabinet terbatas soal Pendidikan Vokasi, Presiden Joko Widodo menekankan agar adanya perbaikan perbaikan kelembagaan, mekanisme kerja, penyusunan standar kompetensi, serta kerja sama antar pemerintah dengan dunia usaha.
“Kita akan segera follow up mungkin kami akan coba beberapa sektor terlebih dahulu untuk memulai supaya lebih konkret,” katanya di Kompleks Istana Negara, Selasa (13/9/2016).
Dia mencontohkan misalnya pihaknya akan memulai dari sektor kelistrikan seiring dengan adanya megaproyek 35.000 megawatt. Di sektor ini, lanjutnya, pendidikan vokasi bisa dilakukan baik di tahap pembangunan pembangkit maupun untuk operasional pembangkitnya.
Selain itu, kebutuhan juru ukur tanah yang tinggi juga bisa dimulai untuk adanya pendidikan vokasi. Tak hanya itu, pendidikan vokasi di sejumlah industri manufaktur pun juga bisa dimulai. Dalam waktu dekat, lanjutnya, pihaknya akan memulai kerja sama antar pemerintah dengan dunia usaha untuk mengembangkan vokasional.
Di sisi lain, pihaknya belum akan mewajibkan dunia usaha terkait persoalan tersebut. Pemerintah justru menyiapkan insentif bagi pelaku usaha yang mau melakukan pendidikan vokasi maupun yang menyerap tenaga kerja dari pendidikan tersebut.
“Belum diwajibkanlah. Tapi akan desain insentif buat mereka. Di UU perpajakan itu sebenarnya ada bahwa setiap perusahaan yang membiayai pendidikan pelatihan dan sebagainya, Mereka dibolehkan membiayakan pengeluaran itu di dalam pembiayaan perusahaan mereka,” ujarnya.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah kebutuhan permintaan (deman driven) sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian serta sertifikasi sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri.
Presiden menyebut di era persaingan saat ini, Indonesia sesungguhnya memiliki kekuatan yang cukup besar yaitu 60% dari penduduk Indonesia adalah anak muda. Menurutnya, ini kekuatan sehingga harus dikelola dan dimanfaatkan potensi tersebut.
Untuk itu, lanjut Presiden, pemerintah harus fokus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sehingga bisa melakukan lompatan kemajuan, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang lain.
“Kita harus mampu membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD dan SMP menjadi tenaga kerja yang terdidik dan terampil. Saya juga minta dilakukan evaluasi terhadap pengangguran usia muda,” katanya.
Presiden menjelaskan pada 2010 tingkat pengangguran usia 15-19 tahun berada pada level 23,23%. Pada akhir tahun lalu, angkanya bahkan meningkat menjadi 31,12%. Data Badan Pusat Statistik pada 2015 menunjukkan proporsi pengangguran terbesar adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,84%.
Angka ini lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA 6,95%, SMP 5,76% dan bahkan SD 3,44%. Dari 7,56 juta total pengangguran terbuka, 20,76% berpendidikan SMK. Oleh karena itulah Presiden minta dilakukan perombakan dan langkah-langkah perbaikan yang kongkret terhadap sistem pendidikan dan pelatihan vokasi.
“Lakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian serta sertifikasi bisa sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri. Libatkan dunia usaha dan industri karena mereka lebih paham kebutuhan tenaga kerjanya,” ujarnya.
Selain itu juga, Presiden meminta agar pendidikan dan pelatihan fokus pada pengembangan SMK di sektor-sektor unggulan seperti maritim, pariwisata, pertanian dan industri kreatif. Presiden juga menginstruksikan agar dipermudah aturan-aturan pembukaan sekolah-sekolah keterampilan swasta.