Kabar24.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan penggunaan kekuatan militer dalam memerangi terorisme dalam forum KTT G20 di Hangzhou, China.
Dikutip dari laman sekretariat kabinet, Senin (5/9/2016) Presiden Jokowi mengatakan cara terbaik untuk menangani terorisme ialah dengan mengedepankan smart approach, yang menyeimbangkan pendekatan soft power dan hard power.
Kepala Negara mengakui, bahwa penyebaran teror dan ekstremisme sangat mengkhawatirkan. Presiden mengajak kerja sama dunia internasional guna menangani kasus-kasus tersebut.
Menurut Presiden, dibutuhkan koordinasi semua pihak khususnya dalam pertukaran informasi intelijen dan menghapuskan sumber pendanaan terorisme.
“Saya ingin menekankan bahwa terorisme tidak ada korelasinya sama sekali dengan agama manapun,” katanya.
Dalam sesi terakhir KTT G20 yang membahas tentang isu-isu lain yang turut mempengaruhi ekonomi dunia, Presiden mengangkat masalah terorisme sebagai salah satu faktor penentu ekonomi dunia.
Dia menegaskan, bahwa serangan teror yang terjadi di berbagai belahan dunia tak dapat dibiarkan begitu saja.
“Belakangan ini saya terus mengamati peningkatan serangan teror yang terjadi di negara anggota G20: Prancis, Turki, dan Indonesia. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Dia menyebut, setidaknya, ada tiga kesenjangan yang menjadi latar belakang sebuah aksi terorisme.
“Kemiskinan, ketimpangan, dan marginalisasi,” ungkap Presiden.
Menyinggung masalah arus pengungsian yang dihadapi dunia internasional, Kepala Negara mendorong negara-negara G20 untuk turun tangan dalam penyediaan bantuan kemanusiaan.
“Pada saat yang sama, kita juga harus merenungkan penyebab dari banyak konflik yang mengakibatkan pengungsian massal. Dalam konteks ini, menyelesaikan akar permasalahan adalah yang paling utama,” ujarnya.