Kabar24.com, JAKARTA – Jaksa Agung Tindak Pidana Umum Noor Rachmad mengaku sulit menjelaskan alasan penundaan 10 terpidana mati pada hukuman mati gelombang ketiga.
Dia hanya menjelaskan alasan nonyuridis penundaan hukuman mati gelombang ketiga karena mendengar aspirasi masyarakat.
“Tentu kami perhatikan siapa pun. Terlebih orang yang memberikan itu merupakan orang yang memang harus didengar,” kata Noor di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Noor tidak membantah ataupun membenarkan saat disinggung mengenai surat permintaan penundaan eksekusi mati dari mantan Presiden B. J. Habibie.
“Siapa pun, orang-orang yang kita semua patut didengar,” ujarnya.
Dalam keterangan pers di situs Kejaksaan.go.id, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan bahwa alasan penundaan hukuman mati gelombang ketiga bukan karena tekanan diplomatik.
Prasetyo mengatakan memang ada sejumlah imbauan dari negara luar agar tidak melakukan eksekusi mati, tapi tidak berarti pelaksanaan harus dihentikan karena itu.
Dikonfirmasi terpisah, Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro Hibnu Nugroho meminta Jaksa Agung menjelaskan alasan penundaan dengan detail.
Menurutnya alasan penundaan sudah pasti faktor nonyuridis, karena semua aspek yuridis terpidana yang akan dieksekusi sudah selesai. Kemungkinan terbesar ialah adanya intervensi negara asing.
Dia juga mengkritisi proses pelaksanaan hukuman mati yang cenderung tertutup. Sebab hukuman mati adalah pelaksanaan putusan pengadilan.
Oleh karena itu penegak hukum seharusnya tidak terkesan menutup-nutupi prosesnya. “Masyarakat kan jadi tanda tanya, seolah-olah ini seperti ada yang salah,” ujar Hibnu.
Seperti diberitakan sebelumnya, eksekusi terhadap 4 dari 14 terpidana mati telah dilakukan sekitar pukul 00.30 WIB, Jumat (29/7/2016) dini hari.
Eksekusi tetap dilaksanakan meskipun dalam keadaan hujan deras disertai angin kencang.