Bisnis.com, JAKARTA - PT Asuransi Bumi Asih Jaya meminta Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk menunda proses kepailitan setelah debitur mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
Kuasa hukum PT Asuransi Bumi Asih Jaya Sabas Sinaga mengajukan memori peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No. 408K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 4/Pdt.Sus/Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Upaya hukum tersebut diajukan pada Senin (20/6).
"Atas upaya hukum tersebut kami akan meminta majelis hakim dan hakim pengawas untuk menunda sementara proses kepailitan sampai putusan PK," kata Sabas kepada Bisnis, Kamis (23/6/2015).
Dia menambahkan pihak kurator seharusnya juga turut menunda proses kepailitan debitur. Menurutnya, debitur masih berkesempatan untuk terbebas dari kepailitan dan menjalankan bisnisnya seperti semula.
Sementara itu, salah satu kurator PT Asuransi Bumi Asih Jaya Lukman Sembada mengaku belum mengetahui adanya permohonan PK yang diajukan oleh debitur. Namun, ada atau tidaknya upaya hukum, proses kepailitan tetap berjalan normal.
"Kewenangan kami [tim kurator] telah diatur secara jelas dalam undang-undang, proses harus tetap berjalan demi kepentingan kreditur," kata Lukman melalui panggilan telepon kepada Bisnis.
Menurutnya proses kepailitan harus tetap dilaksanakan untuk memberikan kepastian hukum bagi para kreditur. Dasar sikap kurator adalah pada Pasal 16 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU yakni kurator berwenang melaksanakan tugas pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Dia berpendapat hakim pengawas maupun majelis hakim tidak akan mengabulkan permintaan debitur tersebut karena tidak sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU.
Hingga saat ini, lanjutnya, banyak kreditur yang telah mendaftarkan tagihannya kepada tim kurator. Mayoritas merupakan pemegang polis asuransi yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia.
Akan tetapi, Lukman belum bisa menyebutkan perkiraan jumlah tagihan yang sudah masuk karena belum memulai proses penghitungan. Kreditur pemegang hak jaminan atau separatis juga belum mendaftarkan tagihannya.
Pihaknya juga telah menginventarisir sejumlah aset milik debitur yang rencananya akan dimasukkan dalam boedel pailit. Lokasinya asetnya tersebar di beberapa wilayah Pulau Jawa dan Sumatera.
Salah satu aset yang diklaim sudah berhasil diamankan yakni kantor pusat debitur yang berada di Matraman Jakarta Timur. Ada juga sejumlah bangunan hotel di Palembang, Riau, Cirebon, dan Bandung, serta simpanan di beberapa rekening bank termasuk di 33 bank perkreditan rakyat.
Lukman beserta tim akan bergerak ke sejumlah provinsi guna mengecek keberadaan aset debitur dalam bentuk kantor regional atau perwakilan. Menurut informasi, debitur memiliki kantor di setiap provinsi.
Tim kurator berencana mengadakan rapat kreditur pertama pada 19 Juli 2016 dan menetapkan batas pengajuan tagihan kreditur pada 30 Agustus 2016. Adapun, rapat pencocokan utang dan penyusunan daftar piutang tetap akan dilakukan pada 13 September 2016.
Perkara bermula saat Otoritas Jasa Keuangan melayangkan permohonan kepailitan kepada debitur No. 4/Pdt.Sus/Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Saat itu, ketua majelis hakim Titik Tedjaningsih menolak permohonan kepailitan OJK karena adanya keadaan utang yang tidak sederhana.
Majelis berpendapat permohonan kasasi yang diajukan oleh termohon di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membuat perkara menjadi rumit.
Berdasarkan situs resmi Mahkamah Agung (MA), lembaga pengawas sektor jasa keuangan tersebut mengajukan permohonan kasasi dengan nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 sejak 10 Juni 2015.
Majelis hakim agung yang terdiri dari Mahdi Soroinda Nasution, I Gusti Agung Sumanatha, dan Takdir Rahmadi sepakat untuk mengabulkan permohonan OJK selaku pemohon pada 28 Agustus 2015. Dengan demikian, debitur secara langsung berstatus dalam pailit dan insolvensi.