Kabar24.com, KUPANG - Pemerintah pusat diminta memberikan perhatian yang sungguh-sungguh atas sengketa perbatasan di wilayah Naktuka, NTT yang berdekatan dengan Timor Leste.
Pemerhati masalah triangle (segitiga) Indonesia-Timor Leste-Australia Florencio Mario Vieira meminta Jakarta untuk segera mengambil langkah-langkah serius dan segera terkait sengketa wilayah di Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT antara Indonesia-Timor Leste.
"Masalah Naktuka adalah persoalan serius yang tidak bisa dipandang enteng, karena wilayah NKRI justru ditempati oleh warga negara Timor Leste dari Oecusse," katanya, Selasa (17/5/2016).
Ia mengatakan wilayah demarkasi Naktuka merupakan isu nasional karena menyangkut kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus segera diambil alih penanganannya oleh Jakarta (pemerintah pusat).
"Jakarta jangan hanya serius menanggapi persoalan sengketa perbatasan dengan Malaysia saja, ataupun fokus pada persoalaan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok militan Abu Sayyaf saja, tetapi juga Naktuka yang jelas-jelas adalah wilayah NKRI yang ditempati oleh warga negara Timor Leste," katanya.
Mario Vieira yang juga pemerhati masalah TImor Leste itu mengatakan Pemerintah Indonesia mempunyai posisi tawar yang kuat untuk memberikan ketegasan kepada warga Timor Leste atas Naktuka.
Menurut dia, dasar hukum soal batas wilayah itu bisa menjadi acuan dalam mengatasi warga Timot Leste yang mulai membangun pemukiman dan berkebun di wilayah Naktuna, Amfoang Timur tersebut.
"Sejak Timor Leste memisahkan diri dari NKRI kan sudah ditetapkan aturan batas wilayah yang jelas, pemerintah pusat sudah punya kekuataan untuk mengambil tindakan terhadap aksi penyerobotan itu," katanya.
Mario Vieira mengatakan kekhawatirannya terhadap konflik yang bisa memuncak apabila pemerintah pusat lamban menangani persoalan tersebut.
"Memang belum ada perseteruan fisik yang terjadi, tapi kalau lambat ditangani, saya khawatir masyarakat akar rumput akan ambil tindakan dengan caranya sendiri," katanya.
Ia menambahkan keselarasan pandangan dari pemerintah pusat harus bisa dipahami oleh masyarakat di Naktuna, agar bisa segera mengosongkan wilayah yang digarap sekitar 1.690 hektare itu.
Diakuinya hal tersebut penting untuk mencegah adanya aksi main hakim sendiri dari masyarakat sehingga terjadinya konflik.
"Kalau lahan yang sudah digarap begitu lama tidak jadi soal tetapi untuk membangun pemukiman tentu sudah melanggar dan itu berpotensi memicu terjadinya konflik," kata Mario Vieira.
Secara terpisah, antropolog budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Pater Gregor Neonbasu SVD PhD mengatakan kasus Naktuna membutuhkan dialog yang baik antara Indonesia-Timor Leste.
"Pemerintah kedua negara perlu bertemu untuk saling berdialog mencari jalan keluar ," katanya ketika dihubungi secara terpisah di Kupang, Selasa.
Menurutnya, kasus Naktuka merupakan persoalan sengketa lahan antarnegara yang tentu memiliki potensi konflik yang tinggi.
"Dialog tersebut bisa melibatkan ketua-ketua adat yang ada di Naktuna maupun dari Timor Leste, tidak harus antarpemerintahan semata, karena mereka memiliki hubungan darah serta memiliki adat dan budaya yang sama," kata rohaniawan Katolik itu.