Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, menegaskan tidak pernah memerintahkan mengeluarkan surat fasilitas perjalanan yang mengatasnamakan dia.
Dia menyebut sekretaris pribadinya, Reza Fahlevi, yang salah menginterpetasikan.
"Setelah saya cek juga, ternyata surat yang diterima Reza (sekretaris pribadi) ternyata bukan surat permohonan fasilitas, tetapi itinerary atau jadwal perjalanan. Jadi Reza salah menginterpretasikan," kata Chrisnandi di Jakarta, Senin (4/4/2016).
Kasus surat fasilitas perjalanan untuk Wahyu Dewanto berdasar kedekatan dengan Chrisnandi ini sangat riuh di media sosial dengan berbagai tanggapannya. Kebanyakan penanggap kaget dan kecewa "minta-minta" fasilitas seperti ini masih terjadi.
"Perisitiwa tersebut di luar sepengetahuan saya, tidak ada instruksi dan perintah, bahkan saya larang. Faktanya, surat itu ternyata bukan dikirimkan dalam hardcopy, tapi via email," ujar Chrisnandi.
Tak Sediakan
Dijelaskan, dalam kenyataannya konsulat jenderal Indonesia yang dikirimi surat itu juga mengaku tidak menyediakan fasilitas yang diminta pihak bersangkutan.
Bahkan, saat dia tanya langsung kepada Dewanto, yang bersangkutan mengaku tidak menggunakan fasilitas atau pembiayaan negara seperti diberitakan sebelumnya.
Oleh sebab itu, dalam kasus ini terdapat faktor salah pengertian oleh Fahlevi, yang berlanjut pada staf bawahannya yang juga mengira surat tersebut atas perintah Chrisnandi.
Menteri yang pernah jadi petinggi Partai Golkar ini juga telah meminta kepada seluruh jajaran aparatur sipil negara dan pejabat birokrasi agar tidak mudah percaya dengan surat yang mengatasnamakan menteri dari lembaganya.
"Saya ingatkan untuk seluruh kementerian lain, apakah surat yang mengatasnamakan staf khusus atau staf pribadi untuk jangan mudah percaya. Lakukan konfirmasi yang benar, jika benar dilakukan tanpa konfirmasi kan menterinya akan bertanggungjawab di kemudian hari," katanya.
Atas kejadian ini, dia mengatakan akan mengambil hikmahnya bahwa beredarnya gambar surat tersebut di masyarakat menandakan tidak ingin lagi adanya praktek pencatutan nama.