Kabar24.com, JAKARTA—PT Electronic Design and Manufacturing International (EDMI) Manufacturing Indonesia mengakui tiga pemeriksa pajak yang telah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal bulan ini awalnya meminta uang sebesar Rp450 juta atau sekitar 15% dari nilai kelebihan bayar pajak perusahaan itu yakni Rp3 miliar.
Presiden Direktur PT EDMI Ratu Febriana Erawati menuturkan hal tersebut setelah menjalani pemeriksaan KPK pada Jumat, pekan lalu. Pemeriksaan terhadap dirinya dilakukan sekitar 4 jam yakni jam 10.00—14.00 WIB, terutama berkaitan dengan pengambilan sampel suara oleh penyidik KPK.
Ratu menuturkan permintaan uang itu dilakukan setelah tim pemeriksa selesai melakukan pemeriksaan pajak—yakni PPH Badan pada 2012 dan PPN pada 2013—milik perusahaan yang memiliki kantor pusat di Singapura tersebut. Dia menuturkan permintaan uang itu merupakan hal yang pertama dilakukan.
“Mereka minta 15% dari Rp3 miliar. Mereka mengancam memang EDMI tak mau lama di Indonesia?” kata Ratu kepada Bisnis usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, pekan lalu. “Ini setelah selesai pemeriksaan, mereka coba-coba minta.”
Dia menegaskan permintaan itu diduga dilakukan oleh pengawas tim pemeriksa itu melalu divisi keuangan PT EDMI hingga sampai ke dirinya. Pada 11 Maret lalu, KPK menetapkan tiga tersangka yakni Herry Setiadji, Indarto Catur Nugroho, dan Slamet Riyana terkait dengan dugaan korupsi melalui cara pemerasan terhadap PT EDMI—yang akhirnya mengeluarkan uang Rp75 juta— usai melakukan pemeriksaan pajak. Masing-masing bertugas sebagai pengawas, ketua dan anggota dalam tim tersebut yang dikirim dari Kantor Pajak Jakarta Kebayoran Baru III.
Walaupun permintaan uang itu yang pertama, Ratu menyatakan, tim pemeriksa itu juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap entitas bisnis tersebut beberapa kali sebelumnya. Dia menuturkan pihaknya juga menginginkan agar barang bukti yang digunakan KPK, berupa uang Rp75 juta itu dikembalikan kepada perusahaan.