Kabar24.com, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Pelindo meminta KPK menelusuri tiga kasus dugaan korupsi lain yang melibatkan PT Pelindo II (Persero), BUMN yang memiliki bisnis pengelolaan pelabuhan.
Hal itu disampaikan Pansus Pelindo II kepada pimpinan KPK dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam di kantor KPK, hari ini, Kamis (10/3/2016).
Masinton Pasaribu, anggota Pansus Pelindo, menuturkan, pihaknya sudah menyampaikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan dugaan kasus tersebut ke KPK.
Tiga kasus dugaan korupsi yang dimaksud adalah perpanjangan kontrak PT Jakarta International Container Terminal (JICT), surat utang global PT Pelindo, pembangunan terminal Kalibaru dan terminal Petikemas Koja.
Dalam pembangunan terminal itu, misalnya, Pansus Pelindo II menemukan masalah sengketa lahan sekitar 20 tahun lalu dan ganti rugi lahan.
Sedangkan kasus perpanjangan kontrak, Hutchison Port Holdings (HPH) Limited masih mendominasi kepemilkan saham PT JICT yang diduga merugikan negara. Sementara, surat utang global, adanya indikasi manipulasi terhadap penilaian kelayakan pinjaman surat utang tersebut.
"Kami sudah serahkan dokumen-dokumen terkait," kata Masinton kepada pers usai pertemuan dengan pimpinan KPK di Jakarta, Kamis (10/3).
Rieke Diah Pitaloka, Ketua Tim Pansus Pelindo II, mengatakan, pihaknya mendesak agar KPK menindaklanjuti kasus-kasus tersebut, selain pengadaan barang BUMN tersebut. Diketahui, KPK sudah menetapkan tersangka terhadap RJ Lino, mantan Direktur Utama PT Pelindo II, karena dugaan korupsi pengadaan Quay Contianer Crane (QCC).
"Kami dari Pansus Angket Pelindo II meminta dan mendukung KPK untuk menuntaskan berbagai macam persoalan di Pelindo II," ujar Rieke.
Pada Desember lalu, KPK menetapkan RJ Lindo, sebagai tersangka dalam kasus pengadaan tiga unit QCC pada 2010. Lino diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proses pengadaan tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati mengungkapkan Lino diduga menunjuk HDHM dari China sebagai penyedia barang QCC tersebut. Terkait dengan hal itu, KPK menjeratnya melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.