Kabar24.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengelola wilayahnya dengan perspektif perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) seperti yang telah dilakukan di banyak tempat, termasuk ibu kota negara di dunia.
Haris Azhar, Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mengatakan ada peran pemerintahan di tingkat lokal untuk menjamin keberlanjutan HAM. Untuk itu, Pemerintah DKI Jakarta harus mempertimbangkan tiga aspek utama dalam upaya penggusuran Kalijodo.
“Aspek pertama adalah apakah relokasi warga Kalijodo mampu membawa solusi yang berkelanjutan terhadap kebutuhan ekonomi, sosial dan partisipasi warga. Pemerintah DKI Jakarta juga harus memastikan publik memahami peta dan rencana dari operasi Kalijodo,” katanya, Rabu (17/2/2016).
Haris menuturkan Pemerintah DKI Jakarta juga harus memastikan dasar hukum dan kebijakan politik lokal dari Gubernur dalam menggunakan kewenangannya dan mengkoordinasikan Polri serta TNI dalam operasi di Kalijodo.
Pasalnya, UU No. 22/2002 tentang Polri, dan UU No. 34/2004 tentang TNI tidak menempatkan Gubernur dalam rantai koordinasi keamanan dan implementasi kebijakan politik lokal.
Adapun aspek ketiga adalah terkait komitmen dan pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta, apabila operasi penggusuran Kalijodo memicu diskriminasi vertikal-horizontal, kekerasan yang tidak dapat dikendalikan, dan pelanggaran HAM lainnya, sebagai akibat dari perencanaan yang minim konsep.
Menurutnya, saat ini sebenarnya sudah ada Deklarasi Gwangju yang menjelaskan bahwa kota yang ramah HAM adalah yang memiliki tata kelola pemerintahan HAM secara kolektif antara pemerintah lokal, DPRD, masyarakat sipil, swasta, dan pemangku kepentingan lain untuk mendorong peningkatan kualitas hidup semua warga dengan menggunakan norma HAM universal.
“Gubernur DKI Jakarta harusnya menjunjung tinggi supremasi hukum, partisipasi, transparan, dan memberdayakan warga dalam mengelola Jakarta,” ujarnya.
Dirinya khawatir penggusuran Kalijodo hanya dilakukan berdasarkan business as usual, berdasarkan kebijakan yang berbasis insiden yang sangat sensitif.