Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah kementerian dan lembaga menyepakati pengembangan sistem database penanganan perkara tindak pidana secara terpadu berbasis teknologi informasi.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan mengatakan kesepakatan berbentuk Memorandum of Understanding tersebut diharapkan mampu meminimalisir adanya permasalahan yang terkait komunikasi dan koordinasi antar instansi penegak hukum.
Selama ini, dia mengakui bahwa komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan belum berjalan optimal. Lewat sistem penangan perkara secara terpadu (SPPT) berbasis teknologi informasi, dia meyakini akan terjadi proses peradilan, penyidikan, sampai eksekusi sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
“Sekaligus akan mempercepat dan mempermudah proses penanganan perkara,” kata Luhut, di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis, (28/1/2016).
Dasar hukum MoU ini adalah Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 dan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Instansi pemerintah yang menandatangani MoU itu adalah Kemenko Bidang Polhukam, Polri, Mahkamah Agung, Kemenkominfo, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebagai langkah awal pelaksanaan sistem, Luhut mengatakan pihaknya mendorong pelaksanaan integrasi database penanganan perkara melalui tukar-menukar data antar instansi penegak hukum.
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet mengatakan pemerintah menginginkan persoalan hukum ego sektoral yang terjadi selama ini terjadi dapat dikonsolidasikan dengan dukungan teknologi informasi. Dengan begitu, respons dan tindakan penegak hukum dapat dipercepat dalam suatu perkara.
"Ini menyelesaikan persoalan yang selama ini ada di antara kepolisian, kejaksaan, MA dan lembaga kementerian lainnya yang tidak terselesaikan," katanya.