Kabar24.com, JAKARTA - Beberapa badan pemantau gempa bumi dunia termasuk fasilitas yang dimiliki oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), mendeteksi adanya aktivitas gempa bumi yang tidak lazim di dekat lokasi fasilitas uji coba nuklir Korea Utara pada 6 Januari 2016.
Terkait uji coba nuklir Korut, aktivitas tersebut tercatat pada 37 sensor seismik yang dioperasikan BMKG.
Bagaimana hasil pemantauan terhadap aktivitas uji coba nuklir Korut itu, berikut ini penjelasan rinci dari BMKG:
- Gempa bumi yang diyakini sebagai sebuah uji coba ledakan nuklir oleh United States Geological Survey (USGS) ini terjadi pada pukul 08.30.01 WIB, memiliki kekuatan M=5,1 mb dengan episenter pada koordinat 41,308 Lintang Utara dan 129,049Bujur Timur. Lokasi episenter ini terletak di daratan tepatnya pada jarak 24 kilometer arah timurlaut kota Sungjibaegam, Korea Utara.
- Sementara itu, GFZ Jerman juga mendeteksi kejadian ini terjadi pada pukul 08.30.01 WIB, episenter pada koordinat 41,31 Lintang Utara dan 129.07 Bujur Timur, berkekuatan M=5,1mb, dengan kedalaman hiposenter 1 kilometer.
- Pusat ledakan terletak pada koordinat 41,20 Lintang Utara dan 129.07 Bujur Timur, memiliki kekuatan M=5,1 mb, dengan kedalaman hiposenter 1 kilometer.
- Gempa bumi tersebut diduga sebagai ledakan nuklir berdasarkan karakteristik rekaman seismogramnya, yaitu gelombang seismik yang bersumber dari sebuah ledakan.
- Ada kesamaan pola dari seluruh rekaman sinyal seismik yang menunjukkan gerakan awal gelombang P dengan impuls kompresi.
- Karena seluruh sinyal seismik yang terekam menunjukkan adanya compressional source dengan amplitudo gelombang P yang relatif lebih besar dari gelombang S-nya, maka cukup beralasan jika kita meyakini bahwa telah terjadi sebuah aktivitas ledakan di bawah tanah di wilayah Korut.
- Uji coba nuklir ini dilaporkan dirasakan dalam skala intensitas III MMI di Sungjibaegam, Chongjin, Hoemul-li, Hwasong, dan Kilju di Korea Utara. Sementara itu di wilayah China, getaran juga dapat dirasakan pada III MMI di kota Tumen.Indonesia sebagai Negara anggota perjanjian nonproliferasi nuklir, dan telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah tentu berkewajiban ikut melakukan pemantauan ujicoba nuklir melalui sistem monitoring seismik yang dioperasikan BMKG.
Sebagai salah satu implementasi negara anggota perjanjian non proliferasi nuklir, maka mulai tahun 2002 di Indonesia telah dipasang 6 stasiun seismik CTBTO (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization) yaitu di Kappang Sulawesi Selatan, Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura.
Sistem peralatan ini dikelola oleh BMKG untuk mendukung monitoring uji coba nuklir dari wilayah Indonesia.
Terkait uji coba nuklir Korut, aktivitas ini tercatat pada 37 sensor seismik yang dioperasikan BMKG. Hasil analisis parameter gempa bumi akibat ledakan nuklir menunjukkan bahwa waktu ledakan terjadi pada pukul 08.30.01 WIB.
Pusat ledakan terletak pada koordinat 41,20 Lintang Utara dan 129.07 Bujur Timur, memiliki kekuatan M=5,1 mb, dengan kedalaman hiposenter 1 kilometer.
Gempa bumi tersebut diduga sebagai ledakan nuklir berdasarkan karakteristik rekaman seismogramnya, yaitu gelombang seismik yang bersumber dari sebuah ledakan.
Ada kesamaan pola dari seluruh rekaman sinyal seismik yang menunjukkan gerakan awal gelombang P dengan impuls kompresi.
Karena seluruh sinyal seismik yang terekam menunjukkan adanya compressional source dengan amplitudo gelombang P yang relatif lebih besar dari gelombang S-nya, maka cukup beralasan jika kita meyakini bahwa telah terjadi sebuah aktivitas ledakan di bawah tanah di wilayah Korut