Kabar24.com, JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) diminta menjauhkan pendekatan yang represif terhadap kasus-kasus yang menyangkut konflik sumber daya alam untuk mengantisipasi peningkatan konflik lingkungan pada 2016.
Hal itu disampaikan dalam pertemuan sejumlah aktivis dengan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti pada Kamis (7/1/2015). Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, mengungkapkan hal itu dilakukan guna pencegahan konflik di masa mendatang.
Dia menuturkan sejumlah hal yang dipaparkan para aktivis lingkungan adalah adanya mekanisme maupun unit khusus Mabes Polri yang mengkoordinir kasus-kasus yang terkait dengan laporan-laporan masyarakat menyangkut soal agraria. Tak hanya itu, namun juga soal sumber daya alam maupun lingkungan hidup.
"Adanya desk khusus yang menangani laporan-laporan masyarakat terkait agraria," kata Abetnego dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (7/1/2015).
Dia memaparkan Polri juga diminta untuk memastikan para petugasnya untuk tak melakukan pendekatan legal-formal dalam menuntaskan persoalan agraria dan sumber daya alam. Diketahui, kepolisian dan aparat militer seringkali menjadi aktor yang diduga melakukan tindakan represif ketika terjadi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan maupun pemerintah.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat dari sisi pelaku kekerasan, sepanjang 2015 didominasi oleh pihak perusahaan sebanyak 35 kasus, polisi sebanyak 21 kasus, dan TNI 16 kasus.