Bisnis.com, JAKARTA--Kasus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto bisa dijerat pasal korupsi jika terbukti mengandung unsur menjanjikan pengaruh kekuasaan untuk mendapat keuntungan.
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengatakan kasus dugaan pencatutan nama kepala negara dalam lobi PT Freeport Indonesia bisa dianggap tindak pidana jika terduga meminta kompensasi atas kesepakatan perpanjangan kontrak.
"Bisa dijerat [hukum] kalau ada unsur memperjanjikan lalu membisniskan pengaruh. Jadi trading in influence, kemudian ada kompensasi keuntungan yang diperdagangkan,"paparnya di Kantor Wakil Presiden, Selasa (24/11/2015).
Kendati demikian, Busyro enggan berkomentar lebih rinci terkait kasus tersebut dan menyerahkan pemeriksaan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
"Saya tidak mau berkomentar, karena masih simpang siur dan secara prosedural harus menunggu hasil MKD,"katanya.
Dia berharap MKD bisa mempertegas legitimasinya dan menjalankan tugasnya secara adil. Jika memang hasilnya mengandung unsur hukum, maka aparatur penegak hukum perlu segera menindaklanjuti.
Sebelumnya, Menteri Energi Sudirman Said melaporkan Setya ke MKD atas dugaan meminta saham kepada Freeport dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam laporannya ke Mahkamah, Sudirman menyebut adanya pertemuan sebanyak tiga kali. Pertemuan itu antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Menurut Sudirman, Novanto meminta saham sebesar 11% untuk Presiden, dan 9% untuk Wapres, demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari pimpinan Freeport. Sudirman mengantongi bukti berupa rekaman percakapan dalam pertemuan itu yang sudah diserahkan ke Mahkamah Kehormatan.
Kini, Setya Novanto berencana melaporkan balik perekam maupun Sudirman Said ke kepolisian. Bahkan, ada forum praktisi hukum yang menyarankan Mahkamah tak menindaklanjuti aduan Sudirman karena tidak punya legal standing.