Bisnis.com, JAKARTA – Instansi pemerintah diminta lebih berhati-hati dalam menyusun regulasi, agar tidak saling tumpah tindih satu sama lain.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Aminuddin Ilmar menilai proses perumusan regulasi di Indonesia belum komprehensif. Gejala ini terjadi baik di pemerintah pusat maupun daerah.
“Setiap tahun ada 4.500-5.000 aturan yang dibuat di Indonesia. Tapi penyusunannya masih carut-marut,” ujarnya dalam diskusi Menyelesaikan Konflik Tenurial di Kawasan Hutan Secara Bijak di Jakarta, hari ini, Senin (16/11/2015).
Aturan-aturan yang diterbitkan itu meliputi a.l. undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, hingga peraturan daerah.
“Di daerah saja minimal setahun ada 10 perda. Kalau provinsi kita ada 34 bisa dihitung sendiri sudah berapa,” tuturnya.
Semestinya, kata Aminuddin, sebelum diundangkan, sebuah peraturan perlu melalui tahapan sinkronisasi dan harmonisasi dengan regulasi yang sudah ada. Namun, proses ini kerap diabaikan karena masih adanya egosektoral di tiap instansi pemerintah.
Menurut Aminuddin, pemerintah perlu memiliki sebuah lembaga khusus yang menangani sinkronisai dan harmonisasi rancangan peraturan. Alhasil, ketika diundangkan, regulasi-regulasi itu tidak tumpang tindih.
Di tempat berbeda, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bila banyak peraturan di Indonesia yang saling tumpang tindih. Karena itu, alih-alih membentuk peraturan baru, dia mengatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih fokus melakukan harmonisasi aturan.
“Paket-paket kebijakan ekonomi dari jilid I sampai VI yang kami keluarkan itu adalah untuk menyederhanakan aturan yang ada,” tuturnya di Jakarta, Jumat (13/11/2015).