Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PANSUS PELINDO II: Mantan Direktur Tipideksus Bareskrim Ungkap Adanya Intervensi

Victor E. Simanjuntak, mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri mengaku ada intervensi dari sejumlah pihak saat pengusutan kasus mobile crane di Pelindo II.
Alat bongkar muat milik PT Pelindo II/IPC yang disita Bareskrim Polri, Jumat (28/8/2015) terkait dengan dugaan mark up dan masalah dwelling time./Bisnis-Akhmad Mabrori
Alat bongkar muat milik PT Pelindo II/IPC yang disita Bareskrim Polri, Jumat (28/8/2015) terkait dengan dugaan mark up dan masalah dwelling time./Bisnis-Akhmad Mabrori

Kabar24.com, JAKARTA — Victor E. Simanjuntak, mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri mengaku ada intervensi dari sejumlah pihak saat pengusutan kasus mobile crane di Pelindo II.

Intervensi itu diungkap Victor di depan rapat Panitia Khusus (pansus) Pelindo II yang dibentuk DPR guna mengungkap sejumlah kejanggalan di tubuh perusahaan yang dipimpin oleh Richard Joost Lino.

“Kita mau ungkap kasus korupsi, tapi dihalang-halangi,” kata Victor dalam rapat Pansus Pelindo II, Jakarta, Rabu (21/10/2015).

Upaya menghalangi itu, menurutnya, terjadi pada 28 Agustus 2015 saat dia ingin melakukan penggeledahan.

“Padahal, saat itu saya sudah berkoordinasi dengan bagian hukum Pelindo II,” katanya tanpa mengungkap oknum-oknum yang menghalangi pengungkapan kasus tersebut.

Atas keengganan Victor mengungkap oknum penghalang itu, sejumlah anggota pansus meminta rapat ditutup sementara.

“Hal ini dimaksudkan agar Victor mau membuka siapa oknum penghalang itu,” kata Rieke Diah Pitaloka, Ketua Pansus Pelindo II.

Selain Victor, pansus juga sudah mendatangkan Komjen Pol. Budi Waseso mantan Kabareskrim yang dimutasi menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional saat dirinya mengusut kasus dugaan korupsi mobile crane di Pelindo II.

Dari keterangan Victor dan Budi Waseso, papar Rieke, pansus telah memberikan catatan soal dugaan kesalahan pengadaan mobile crane,

Menurutnya, pengadaan 10 unit mobile crane dilakukan oleh Pelindo II dengan perencanaan yang tidak benar.

Lebih lanjut, 10 unit mobile crane diperuntukkan bagi pelabuhan tanpa melakukan peninjauan kebutuhan pelabuhan terlebih dahulu.

“Akibatnya pelabuhan menolak unit yang diserahkan oleh Pelindo karena merasa tidak butuh unit tersebut. Pelabuhan juga merasa tidak pernah mengajukan unit-unit tersebut,” ujarnya.

Selain itu, terjadi penunjukkan perusahaan pengadaan barang yang tidak memenuhi standar lelang. Standar minimal perusahaan yang mengikuti lelang pengadaan barang yakni mempunyai pengalaman lima tahun.

“Kronologisnya, tender dilakukan dua kali. Tender pertama diikuti oleh lima perusahaan dan digugurkan karena PT. Guangxi Narishi Century Equipment sebagai salah satu perusahaan peserta lelang memberikan penawaran melampaui harga perkiraan sendiri.”

Nah, pada tender kedua hanya PT. Guangxi Narishi Century Equipment yang mengikuti tender.

“Padahal, syarat minimal tender diadakan oleh tiga peserta perusahaan. Tetapi tender kedua tersebut tetap dilanjutkan dengan memenangkan PT. Guangxi Narishi Century Equipment."

Menanggapi hal itu, penasehat hukum Pelindo II Fredrich Yunadi menyangkal seluruh tudingan Victor, Budi Waseso, dan Pansus.

“Semua tahapan sudah dilakukan dengan benar,” katanya.

Lantas, mengenai crane yang dikatakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dia menjelaskan mempunyai bukti foto dan video ketika dilakukan penyitaan tanpa landasan hukum, crane tersebut sedang bekerja dan dipaksa dihentikan.

“Saya punya bukti saksi siapa saja yang pernah menyewa crane, dan bukti transaksi keuangan yang dihasilkan atas operasional crane tersebut, lebih dari Rp4 miliar telah dihasilkan atas operasional crane selama ini. Hal ini melanggar PP No. I/Tahun 2014 Tentang Larangan Penyitaan Aset Negara di BUMN, dalam pasal 50 dilarang menyita aset bergerak dan tidak bergerak milik,” ujarnya.

Dia menambahkan, Wakil Ketua BPK saja telah resmi menyatakan pengadaan 10 unit crane tidak ada kerugian negara.

“Apakah penyidik lebih mempunyai kapasitas dan lebih kompeten dalam melakukan audit dibandingkan dengan BPK? Menurut undang-undang, jelas dikatakan bahwa yang berhak melakukan audit adalah BPK, bukan Polri.” tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper