Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta pemerintah menyelaraskan standar perundang-undangan di dalam negeri, untuk menjunjung tinggi prinsip peradilan yang adil, jujur, dan tidak memihak.
Haris Azhar, Koordinator Kontras, mengatakan praktik hukuman mati di dalam negeri bertentangan dengan tren global yang justru mengurangi hukuman mati. Pidana mati terbukti tidak efektif dalam memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan.
“Penerapan pidana mati juga diiringi oleh tren nasional tentang tidak transparannya mekanisme penegakan hukum hingga vonis pengadilan,” katanya di Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Haris menuturkan salah satu contoh dari tidak transparannya proses penegakan hukum terjadi pada Yusman yang dijerat dengan kasus dugaan pembunuhan berencana.
Dalam proses penyidikannya, Yusman mengalami penyiksaan, sehingga proses hukumnya dilakukan dalam tekanan.
Menurutnya, saat ini Kontras bekerja sama dengan tim dokter forensik untuk mempercepat pemeriksaan fisik, untuk mengetahui usia pasti dari Yusman. Pasalnya, tidak ada pertimbangan mengenai usia Yusman yang masih berusia 16 tahun dalam vonisnya.
“Fakta-fakta yang sedang dikumpulkan oleh tim akan dijadikan bukti baru untuk upaya hukum terhadap Yusman di Mahkamah Agung,” ujarnya.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga, lanjut Haris, harus memberikan kemudahan akses kepada Yusman untuk mendapatkan bantuan hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti baru.
Langkah tersebut penting untuk dilakukan, untuk memastikan kewajiban negara untuk memberikan akses layanan dan bantuan hukum kepada masyarakatnya terpenuhi.